Life & health

Proses Hidup Adjie Santosoputro Dengan Mindfulness

By : Vanessa Masli - 2023-08-15 19:00:01 Proses Hidup Adjie Santosoputro Dengan Mindfulness

Suara ombak yang pecah di pesisir hingga sinar matahari yang beri asupan vitamin D secara maksimal menemani pertemuan tim Her World Indonesia dengan praktisi mindfulness, Adjie Santosoputro. Namanya tak lagi asing di telinga, khususnya bagi sebagian masyarakat yang mendalami seputar kesehatan mental dan pendekatan mindfulness.


Namun, kali ini, kami duduk bersama Adjie yang berbagi cerita hidupnya, mulai dari perkenalan dengan mindfulness hingga akhirnya membantu orang-orang di sekitar untuk semakin sadar akan kondisi mental yang dialami. Ia menceritakan perkenalan dan perjalanan hidupnya dengan mindfulness.


Totalitas tak berlaku dalam semua aspek hidup


Sekilas melihat sosok Adjie, kami melihat pribadi yang tahu apa keinginannya dalam hidup dan memiliki rencana untuk mencapainya. Namun, pria lulusan Psikologi UGM ini memiliki perjalanan hidup yang dinamis dan tak jauh dari stres, saat terlalu “ngotot” menjalani setiap fase hidupnya.


“Memang sejak kecil, saya sudah dididik oleh ibu, pokoknya apapun yang saya lakukan harus totalitas, termasuk belajar. Prinsip itu yang saya bawa, termasuk saat kuliah. Apapun situasinya, terima dan maksimalkan di situ,” ungkap Adjie.


Kegigihannya menempuh studi, memberikan diri secara total memang berhasil membuatnya meraih cum laude sebagai Sarjana Psikologi. Namun hidup memberi pengingat baru bahwa tak semua aspeknya bisa dikendalikan dengan kegigihan tinggi, melainkan yang ada hanya bisa menimbulkan stres berkepanjangan.


Tak terjatuh maupun mengalami kecelakaan, Adjie jatuh sakit di area tulang belakang dengan nama hernia nukleus pulposus. Ketika bantalan diantar ruas tulang belakangnya keluar dari jalur dan menekan saraf. Pengalamannya jatuh sakit ini menyadarkan bahwa hidup tak bisa terus dikendalikan sesuai keinginan dan upaya ini justru membuat stres yang nantinya bisa membahayakan kondisi fisiknya.



(Adjie Santosoputro. Foto: Dok. Insan Obi/Her World Indonesia)


Jatuh cinta dengan mindfulness


Tak berbeda dari banyak anak muda lain, ketika memasuki seperempat abad tanpa benar-benar tahu apa yang ingin dilakukan dalam hidup, Adjie pun mengalami hal yang sama. Mulai dari menekuni dunia entrepreneur hingga hubungan yang kerap gagal, membuat Adjie stres hingga jatuh dan pernah sempat berpikir untuk mengakhiri hidup.


Dua titik balik dalam hidupnya inilah yang menuntun Adjie untuk mendalami mindfulness, tentang meditasi. Pendekatan satu ini memang tak asing berkat masa-masanya duduk di bangku kuliah, berkenalan dengan berbagai pendekatan psikologi, termasuk mindfulness. Namun, saat jatuh sakit, ia mempelajari secara mendalam tentang beberapa pendekatan psikologi dan jatuh cinta pada mindfulness.


“Dari semua alasan yang bikin saya jatuh cinta dengan mindfulness, sederhana, karena saya merasakan manfaatnya. Dari mindfulness, saya belajar tentang kesadaran, yang ternyata di luar pikiran,” jelas Adjie.


Dengan mendalami pendekatan ini, Adjie menemukan cara untuk melatih kesadaran, beristirahat di dalam kesadaran. Ia belajar bahwa ketika ia ingin pulih, bahagia, dan merasakan damai, ia harus belajar untuk tak membiarkan pikiran mengganggu kesadaran. Adjie menyadari bagaimana mindfulness membantu seseorang dapat fokus pada momen saat ini.


Adjie mulai mendalami mindfulness pada tahun 2010 dan selama proses belajarnya, ia rutin menuliskan apa yang dipelajarinya. Ia pun menuliskan berbagai informasi seputar mindfulness melalui akun Facebook.


“Apa yang saya pelajari, saya tulis di situ [Facebook]. Lalu, ada teman yang bilang ke saya, dijadikan buku saja,” ungkap Adjie yang akhirnya memotivasi praktisi mindfulness satu ini untuk menulis sebuah buku. Hingga kini, Adjie sudah menulis lima buku yang meliputi “Sejenak Hening” dan “Merawat Bahagia”.


(Baca Juga: 6 Cara Sederhana Untuk Mencintai Diri Sendiri)


Tak bisa mengubah orang, hanya membantu


Praktisi mindfulness sudah menjadi profesinya selama satu dekade terakhir. Dengan berbagai sesi meditasi yang ia bawakan, buku yang ia tulis, Adjie selalu berusaha mengingatkan diri sendiri bahwa ia tak bisa mengubah orang lain, tapi ia bisa membantu orang tersebut. Bagi praktisi satu ini, menyebarkan mindfulness dengan intensi mengubah orang lain, apalagi dalam waktu sesi, ada benturan energi yang nantinya justru membuat dirinya lelah.


“Pada akhirnya, orang itu berubah atau tak berubah, it’s not my responsibility. Meskipun itu ada sisi-sisi yang aneh, tapi di situlah ada loving and kindness. Sebab, saat diriku berusaha mengubah orang lain, itu malah ada agresivitas,” jelas Adjie.


Banyak karya di luar pelatihan yang ia jalankan setelah mendalami mindfulness, termasuk mendirikan Santosha Emotional Healing Center. Ia mengumpulkan teman-teman psikolog, psikiater, praktisi, hingg mahasiswa untuk mengedukasi kesehatan mental kepada masyarakat.


“Stigma yang ada di masyarakat kalau ada orang ke psikolog atau psikiater itu masih belum benar sehingga sebelum konseling personal, ada tahap yang memang perlu dilalui bersama yaitu literasi edukasi kesehatan mental,” ungkap Adjie.


Ia menekankan pentingnya bagi masyarakat untuk memahami kesehatan mental dalam sebuah sesi one-to-many sebelum melakukan konseling dengan psikolog. Dengan memahami ini, membantu seseorang untuk lebih nyaman menjalani proses pemulihan kesehatan mentalnya melalui konseling.


Nama yang semula adalah Santosha Emotional Healing Center, kemudian dikelola oleh platform pengembangan diri, Menjadi Manusia dan berubah nama menjadi Santosha Mental Health Center. Adjie menjelaskan bahwa perubahan nama ini jadi cara untuk meluaskan pemahaman bahwa emotional healing serta pendekatan mindfulness adalah bagian dari kesehatan mental.


Hingga kini, Adjie terus membagikan pengetahuannya seputar mindfulness untuk membantu orang-orang lebih terkoneksi terhadap kesehatan mentalnya. Melalui proyek kecil berupa sesi atau kelas yang ia beri nama Jenak. Sebuah kata dalam Bahasa Indonesia, yang mungkin sekilas bisa berarti ‘lelucon’ (tapi bukan). Kata ‘jenak’ ternyata berarti tenang jadi nama yang dipilih Adjie untuk membantu setiap orang untuk menikmati ketenangan selagi mengolah apa yang dalam pikirannya.



(Mulai mengenal mindfulness untuk berdamai dengan hidup. Foto: Dok. Insan Obi/Her World Indonesia)

Ada yang “lebay”, ada yang abai


Obrolan seputar kesehatan mental sudah banyak di media sosial dan mungkin sudah mengisi beberapa percakapan di tempat-tempat tongkrongan. Namun, menurut Adjie, masyarakat Indonesia saat ini terbagi dalam dua kelompok dan masih terjadi hingga kini. Pertama, ada kelompok masyarakat yang cenderung apatis terhadap kesehatan mental. Lebih memilih untuk menekan dan memendam situasi yang mengusik mentalnya.


Namun, sebagian masyarakat lainnya yang justru sedikit-sedikit mental health. Cenderung suka mendiagnosa diri sendiri, padahal self-diagnose juga tak sehat.


“Masyarakat seperti terbagi menjadi dua. Yang satu lebay¸ satu lagi abai,” ungkap Adjie. Praktisi mindfulness satu ini berharap Indonesia bisa menjadi sedikit lebih waras. Ia ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk mengolah amarah dan lebih mindful, agar kondisi mental menjadi lebih sehat.


(Baca Juga: Puni Anjungsari Percaya Kekuatan Wanita Dalam Perannya)


“Semoga dengan berlatih mindfulness, mengupayakan kesehatan mental bisa ngeremlah tentang kemarahan itu,” ungkap Adjie yang menutup obrolan dengan Her World Indonesia kali ini.


Life & health