Women Of The Year

Her World Women of The Year 2018

By : Zamira Mahardini - 2020-08-17 14:40:01 Her World Women of The Year 2018

Diajeng Lestari, Founder Hijup


FOTO INSAN OBI DIGITAL IMAGING RAYAMANYU PENGARAH GAYA AMALTA R. DYANDRA TATA RIAS WAJAH LINDA ? @linda_kusumadewi BUSANA BCBG MAX AZRIA


Bertekad mengenakan hijab pada usia 14 tahun, Diajeng sadar minimnya opsi busana muslim yang modis. Seiring dengan perkembangan internet, tercetus ide untuk membuat platform yang mewadahi desainer hijab lokal. Kini, Hijup telah menjual produknya ke lebih dari 50 negara dan tengah membuka toko offline di 11 kota di Indonesia. Di awal bisnis, Diajeng harus mengalami masalah cash flow sehingga Hijup hampir diakuisisi e-commerce lain. “Saat itu saya sangat butuh uang, di sisi lain Hijup adalah anak saya. Akhirnya kami berhasil menemukan solusi lain. Malah kini, e-commerce tersebut resmi jadi partner Hijup,” kenang ibu dua anak ini. Dalam setiap rintangan, Diajeng selalu yakin bahwa bisnisnya bermanfaat bagi orang banyak, khususnya para produsen lokal.



Andien Aisyah, Penyanyi


FOTO INSAN OBI DIGITAL IMAGING RAYAMANYU PENGARAH GAYA AMALTA R. DYANDRA TATA RIAS WAJAH LINDA ? @linda_kusumadewi TATA RIAS RAMBUT DONI - @hairstylist_arrusa BUSANA DKNY


Bagi Andien, pernikahan tidak hanya harus memberikan kebaikan bagi dirinya dan sang suami, tetapi juga orang lain. Oleh karena itu, ia pun semakin tergerak untuk memperbanyak aksi sosial. Mulai dari mengunjungi panti jompo secara rutin, menerapkan diet kantong plastik, membersihkan laut di 73 titik di Indonesia lewat gerakan “Menghadap Laut” bersama Pandu Laut Nusantara, hingga terjun langsung membantu korban gempa di Lombok dengan mengajari cara memasang tenda dan memandu trauma healing untuk anak-anak. Perempuan yang telah terjun ke industri musik sejak 18 tahun ini juga tidak segan untuk melibatkan anak-anak difabel dari universitas seperti para penyandang disabilitas ATC Widyatama dalam lagu terbarunya yang berjudul Warna-Warna, serta membuat pameran dengan tajuk yang sama. “Saat acara Happiness Festival, seseorang menghampiri saya di belakang panggung dan memberikan karya anak-anak difabel tersebut. Saya langsung jatuh cinta setelah melihat sampulnya dan isinya pun bagus sekali. Saya mengunjungi kampus mereka saat pergi ke Bandung dan melihat mereka memiliki berbagai karya luar biasa, yang belum tentu bisa diimajinasikan oleh anak-anak lain pada umumnya,” jelasnya. 



Azalea Ayuningtyas,  Melia Winata, & Hanna Keraf, Founder Du’Anyam


FOTO RAKHMAT HIDAYAT PENGARAH GAYA RAHMI DAVITA ASST. PENGARAH GAYA YOLANDA DEAYU TATA RIAS WAJAH DIAH RATNA ASIH  @ASIHMAKEUP TATA RIAS RAMBUT DINA CAMELIA  @CAMELIAUPDO BUSANA MANGO, MARKS & SPENCER


Mengenyam kuliah di tiga negara yang berbeda tak membuat tiga sahabat yang telah berteman sejak SMA ini kehilangan chemistry. Dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan yang berlainan yaitu Marketing (Melia), Kesehatan Masyarakat (Azalea), dan Pengembangan UKM (Hanna), terbentuklah Du’Anyam pada tahun 2014 sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap kondisi kesehatan ibu dan anak di Indonesia. “Dulu kami memang terpisah jarak dan waktu. Saya di Jepang, Melia di Australia, dan Ayu di Amerika. Namun, karena selalu bertemu saat liburan dan sering ngobrol via online, maka ide kami pun bisa terlaksana,” ujar Hanna. Dari ide sederhana jadi sebuah media pengangkut visi misi mulia, Du’Anyam hadir untuk memberi kesempatan pada ibu-ibu di seluruh pelosok Nusantara untuk membantu dirinya sendiri keluar dari kesulitan ekonomi melalui produk anyaman, terutama yang berhubungan dengan pemenuhan nutrisi ibu hamil dan anak-anak. Kini dengan jumlah penganyam hampir 500 orang yang tersebar pada 22 desa di Flores, Papua, dan Kalimantan, Du’Anyam sudah mampu menggelar pameran di Jepang, Korea, Singapura, Italia, Australia, dan Singapura ditambah Denmark dan Amerika yang mulai membuka pintu ekspor bagi produk yang terbuat dari daun lontar, kulit kayu, dan kulit rotan ini. “Harapan terbesar kami adalah tiga pilar utama yang kami usung bisa terwujud secara bersamaan, yaitu pemberdayaan perempuan, peningkatan kesehatan, dan promosi kebudayaan. Dengan begitu, mimpi, kerja keras, dan buah persahabatan kami tidak akan sia-sia,” ungkap Melia.



Fenessa Adikoesoemo, Chairwoman of Yayasan Museum MACAN


FOTO INSAN OBI DIGITAL IMAGING ABIPRASTIASTI PENGARAH GAYA AMALTA R. DYANDRA TATA RIAS WAJAH DARIWULAN ? @dariwulan_makeup TATA RIAS RAMBUT ANDA ARRUSA  @hairstylist_arrusa BUSANA BCBG MAXAZRIA


Menjabat posisi penting di Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) pada usia muda membuat Fenessa harus menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah proses konstruksi yang menghabiskan seluruh tenaga, waktu, bahkan air mata. Ia mengaku hampir putus asa, namun berkat kecintaannya pada seni dan keinginan untuk menyadarkan publik, Fenessa terus bertahan. Sempat berkarier di luar negeri, perempuan kelahiran Singapura ini memutuskan untuk kembali ke tanah air dan memajukan industri seni. Salah satu usahanya untuk meningkatkan antusias publik adalah dengan menggelar pameran karya Yayoi Kusama dan memaksimalkan media sosial. “Memang banyak yang datang demi konten Instagram, tapi saya percaya, they end up leaving learning something,” ujarnya. Kini, Museum MACAN masuk dalam daftar "100 Tempat Terbaik Dunia" versi majalah Time. Lalu, apa harapan bagi Museum MACAN? “Ini adalah usaha bersama. We need the public to stand behind us and grow together with us,” tutupnya.



Silvia Halim, Direktur Konstruksi MRT Jakarta


FOTO HADI CAHYONO DIGITAL IMAGING VEBY CITRA PENGARAH GAYA RAHMI DAVITA & YOLANDA DEAYU TATA RIAS WAJAH KUNSOO  @KUNSOOMAKEUPARTIST TATA RIAS RAMBUT DINA CAMELIA @CAMELIAUPDO BUSANA WAREHOUSE


Usai merampungkan studi di Nanyang Technological University, Silvia Halim makin jatuh hati pada dunia konstruksi khususnya di bidang transportasi darat. “Saya sangat suka turun ke lapangan, get dirty, dan melihat proyek yang saya kerjakan come into shape. Kenapa land transport? Karena saya bisa punya kontribusi besar dalam membuat perubahan dalam rutinitas masyarakat. Sama hal nya dengan proyek MRT ini. Ketika dulu mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama datang ke Singapura untuk mengumpulkan seluruh profesional muda yang ada, beliau langsung meminta kami kembali ke Indonesia dan membangun Jakarta bersama-sama. Dari situ mulai terbersit mungkin ini saatnya saya melakukan sesuatu. Karena jujur saja, alasan untuk tetap tinggal di Singapura adalah karena Jakarta semakin macet dan sistem transportasinya kurang memadai. Jadi, jika saya tidak mau jadi bagian dari solusi, bisa jadi saya adalah bagian dari masalah itu sendiri,” ujar perempuan yang bergabung dalam PT MRT sejak September 2016 lalu. “Kini, fase satu telah 95% selesai dan akan beroperasi mulai Maret 2019 nanti.Konsepnya akan sama seperti MRT Jepang dan Hong Kong. Fungsional, canggih, up-to-date dan amat minimalis,” imbuhnya menutup pembicaraan.



Aldila Sutjiadi, Atlet Tenis


FOTO INSAN OBI DIGITAL IMAGING ABIPRASTIASTI PENGARAH GAYA RAHMI DAVITA TATA RIAS WAJAH DAN RAMBUT LINDA  @linda_kusumadewi BUSANA WAREHOUSE


Medali prestasi di bidang olahraga tenis sudah banyak dikalungkan perempuan kelahiran Jakarta ini. Namun kesuksesannya meraih medali emas di cabang tenis ganda campuran pada perhelatan Asian Games 2018 Jakarta – Palembang lalu sukses meningkatkan kepercayaan diri Aldila. Nyatanya, seluruh anggota keluarganya memang gemar bermain tenis. Pada usia sembilan tahun, Aldila mulai kompetisi kecil dan lanjut ke pertandingan kelompok umur sambil mengelilingi Pulau Jawa, sebelum melanjutkan ke turnamen junior internasional di Asia dan Eropa. Potensi besar ini lantas dilirik oleh beberapa universitas luar negeri yang menawarkannya beasiswa lewat jalur student athlete untuk cabang tenis selama empat tahun. Ia pun memutuskan menerima tawaran dari University of Kentucky di Amerika. Keuletannya bermain tenis tak menjadi penghalang bagi Aldila untuk lulus dengan predikat summa cumlaude di jurusan Matematika Ekonomi dan Statistik. “Disiplin dan manajemen waktu menjadi kunci penting. Di kelas, saya fokus belajar, begitu juga saat berlatih di lapangan. Saya ingin membuktikan bahwa dua hal berlawanan bisa berjalan seiringan,” ujar penggemar Roger Federer ini. Ditanya seputar harapan masa depan, Aldila mantap menjawab dirinya ingin bisa bertanding di Olimpiade 2020. Ia juga berharap adanya regenerasi atlet di cabang tenis. “Semoga dengan perolehan medali emas ini, masyarakat Indonesia semakin antusias dengan tenis,” jelasnya sambil tersenyum.



Stevia Angesty, Co-Founder Feelwell Ceramics


FOTO INSAN OBI DIGITAL IMAGING ABIPRASTIASTI PENGARAH GAYA YOLANDA DEAYU TATA RIAS WAJAH KUNSOO ? @KUNSOOMAKEUPARTIS TATA RIAS RAMBUT DONI - @hairstylist_arrusa BUSANA KOLEKSI PRIBADI STEVIA ANGESTY


Ketika bekerja di sebuah perusahaan konsultasi ternama, Stevia berkesempatan untuk mengunjungi tujuh provinsi di Indonesia. Saat itulah dirinya menyadari bahwa banyak bayi yang meninggal akibat diare. Setelah dipelajari lebih lanjut, ternyata salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengadaan toilet bersih. Dengan keinginan untuk memberi akses toilet di daerah-daerah tersebut, ia akhirnya membangun Feelwell Ceramics, perusahaan sanitasi bermisi sosial yang menyediakan kloset jongkok dan wastafel berkualitas dengan harga terjangkau. “Awalnya kami fokus di Jawa Barat saja karena daerah tersebut merupakan salah satu area yang kondisi kesehatannya paling mengkhawatirkan di Indonesia, dan dari sana ternyata bisa berkembang cukup cepat,” ujarnya. Sejak Juni 2018, perusahaan dengan slogan “Toilet untuk Semua” tersebut telah berhasil mendistribusikan toilet untuk satu juta penduduk Indonesia. Perempuan lulusan S2 dari Stanford University dengan jurusan Materials Science and Engineering itu pun berharap agar nantinya seluruh penduduk Indonesia bisa memiliki akses toilet dan semakin banyak anak muda yang mau berkontribusi di bidang sanitasi.



Maggha Karaneya Kang, Founder Yayasan Metta Mama Maggha


FOTO HADI CAHYONO DIGITAL IMAGING VEBY CITRA PENGARAH GAYA RAHMI DAVITA TATA RIAS WAJAH KUNSOO  @KUNSOOMAKEUPARTIST TATA RIAS RAMBUT DINA CAMELIA  @CAMELIAUPDO BUSANA WAREHOUSE


Berawal dari keprihatinan terhadap kurang baiknya fasilitas di sejumlah tempat penampungan bayi-bayi terlantar, dara asal Bali ini terketuk hatinya untuk membuka Yayasan Metta Mama Maggha saat usianya masih 15 tahun. Ia pun memutuskan untuk berhenti sekolah dan melanjutkannya dengan cara homeschooling demi bisa fokus menjalani yayasan yang resmi berdiri pada tahun 2015 ini. Sudah 42 bayi yang berhasil diselamatkan. 11 sudah dikembalikan pada orangtuanya, 16 telah diadopsi, dan 15 masih tinggal di yayasan. "Saya ingin memberi mereka kesempatan kedua. Untuk hidup lebih layak dan dicintai meski bukan oleh orangtuanya sendiri,” tambahnya. Yayasan ini pun mulai dipercaya masyarakat dan dinas sosial sebagai salah satu yayasan sosial terbaik di wilayah Bali dan sekitarnya. 



Amanda Susan, dan Metha Trisnawati, Co-Founder Sayurbox


FOTO INSAN OBI DIGITAL IMAGING RAYAMANYU PENGARAH GAYA YOLANDA DEAYU TATA RIAS WAJAH & RAMBUT LINDA  @linda_kusumadewi BUSANA WAREHOUSE


Haus akan pengalaman baru di luar perkotaan membuat Amanda memutuskan untuk mencoba berkebun sendiri di sebuah lahan kosong di Sukabumi. Di sana, ia mengetahui sejumlah masalah yang dialami para petani lokal, seperti hasil panen yang berlebih tanpa ada akses untuk menjualnya. Setelah bertemu dengan Metha dan Rama Notowidigdo, mereka pun menciptakan SayurBox untuk mengatasi permasalahan tersebut, sekaligus membuat masyarakat lebih sehat dengan mengonsumsi banyak sayur dan buah serta fitur pembelian yang mudah. “Sayur yang dijual di supermarket terkadang kurang segar, jadi kita juga menerapkan konsep memetik langsung dari kebun untuk langsung dikirim agar pelanggan bisa mendapatkan produk yang masih segar,” ujar Amanda. Keduanya pun seringkali berkunjung ke berbagai daerah di Indonesia untuk menemukan sayur atau buah dengan kualitas terbaik, sehingga masyarakat yang tinggal di perkotaan pun bisa menikmatinya melalui Sayurbox.



Tissa Aunilla, Co-Founder Pipiltin Cocoa


FOTO HADI CAHYONO DIGITAL IMAGING VEBY CITRA PENGARAH GAYA RAHMI DAVITA TATA RIAS WAJAH KUNSOO  @KUNSOOMAKEUPARTIST TATA RIAS RAMBUT DINA CAMELIA  @CAMELIAUPDO BUSANA BCBGMAXAZRIA


Apa yang dilakukan Tissa Aunilla lewat Pipiltin Cocoa jauh dari kata sederhana. Dampak yang diberikan pada para petani cokelat Indonesia ternyata cukup besar dan berhasil mengubah pandangan generasi muda tentang bekerja di kebun cokelat. “Salah satu yang membuat saya feel good dalam melakukan hal ini adalah anak-anak petani itu jadi punya kemauan untuk meneruskan pekerjaan orangtuanya. Profesi yang dulunya hampir mati dan dipandang sebelah mata, kini bisa bangkit lagi dan memberi keuntungan yang berarti,” ujar perempuan yang banting setir dari kariernya selama tujuh tahun sebagai corporate lawyer jadi penggerak bisnis cokelat premium bersama adiknya, Irvan Helmi. “Dengan menyelamatkan kebun cokelat, secara tidak langsung kita juga turut menyelamatkan keseimbangan alam karena artinya kebun itu tak akan dialihfungsikan untuk perkebunan lain yang tidak cocok dengan lingkungannya. Selain itu, kualitas biji cokelat Indonesia itu nomor tiga terbaik di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Rasanya sangat enak. Jadi saya yakin pengembangan bisnis ini akan punya nilai positif untuk petani,” tambah perempuan yang membuka perkenalan di akun Instagram-nya dengan kalimat “Support local farmers for sustainable environment”. Kini ia sedang berusaha keras mengenalkan single origin lokal asal Aceh, Jawa Timur, Bali, dan Flores lewat Pipiltin Cocoa yang berdiri sejak tahun 2013. Label ini pun akhirnya mulai merambah ke Jepang, Singapura, Eropa, Australia dan Amerika. 


(OLEH RENGGANIS PARAHITA, YOLANDA DEAYU, KIKI RIAMA PRISKILA)

Women Of The Year