A chat with

Kisah Renata Aryanti Jadi Pemimpin Perempuan Di Facebook

By : Her World Indonesia - 2021-03-16 10:30:01 Kisah Renata Aryanti Jadi Pemimpin Perempuan Di Facebook

Sosok perempuan asal Indonesia berkibar di Amerika Serikat berani mengambil tantangan pekerjaan yang lebih didominasikan para pria sebagai Director Engineering of the Social Impact Team di Facebook, Renata Aryanti. Bagaimana peran Renata Aryanti sebagai women leadership?


Renata Aryanti lahir dan besar di Semarang, Jawa Tengah. Sejak kecil, beliau sudah menyukai mata pelajaran Matematika dan Sains yang juga membawanya ke dunia teknis. Ibu dari dua anak ini sekarang berdomisili di San Francisco dan bekerja di kantor pusat Facebook di Menlo Park, Amerika Serikat.


(Baca Juga: Andrea Dian Dan Ganindra Bimo Cerita Awal Mula Bertemu)


“Waktu kecil itu sebenarnya yang paling saya suka adalah Matematika, saya suka sains itu jadi memang dari kecil saya suka teknik dan orang tua saya dua-duanya insinyur. Oleh karena itu, saya kepikiran bahwa saya ingin menjadi insinyur,” ujar Renata Aryanti dalam wawancara eksklusif bersama Her World Indonesia.


Beliau bergabung ke dalam tim yang membangun dan mengembangkan produk-produk seperti Facebook Lite, Facebook Group dan Pusat Informasi COVID-19.



(Renata dan team di Facebook Community Summit. Foto: Dok. Facebook)

Salah satu hal yang menarik adalah ketika Renata terlibat dalam pengembangan Facebook Lite. Tujuan pengembangan Facebook Lite adalah untuk memberikan dampak positif bagi dunia khususnya Indonesia. Renata ingin membuat masyarakat Indonesia saling terhubung dan juga memberikan kesempatan untuk perekonomian kepada semua orang. Renata berperan dalam mengembangkan Facebook Lite hingga mencapai 100 juta pengguna di tahun pertamanya dan menempatkan Facebook Lite sebagai salah satu aplikasi Facebook dengan pertumbuhan yang tercepat.


Renata juga berperan dalam mengembangkan Facebook Group, dan menjadikan Facebook Group salah satu landasan strategi dan misi Facebook yang diumumkan oleh Mark Zuckerberg di acara Facebook Community Summit di tahun 2017.


Fitur COVID-19 ini digunakan untuk memberikan dampak kepada masyarakat dalam memberikan informasi terpercaya mengenai pandemi dan juga terhubung dengan komunitas seperti pakar kesehatan dan gugus tugas untuk mencegah penyebaran virus corona seperti menjaga jarak, menggunakan masker dan lain sebagainya.


Menurutnya, gaya kepemimpinan dari beliau lebih mengacu kepada tiga semboyan dari Ki Hajar Dewantara yakni ing ngrasa sung tulada, ing madya mangun karsa dan tut wuri handayani.


“Kalau dari segi leadership engineering, which is specifically, saya fokus kepada tiga dimension, itu yang pertama adalah mempunyai strategi dengan memberikan kejelasan atau informasi yang tajam mengenai kemana arah yang sama-sama mau kita tuju, yang merupakan nilai dari ing ngarso sung tulada,” tuturnya.


“Lalu yang kedua adalah dari segi eksekusi, saya sangat disiplin dalam mengelola tim saya dan mereka tahu kalau saya selalu punya ekspektasi yang tinggi dalam setiap pelaksanaan pekerjaan. Namun, mereka juga tahu kalau saya tidak akan ragu untuk terjun langsung untuk membantu tim saya apabila dibutuhkan. Dan ini saya rasa sejalan dengan nilai ing madya mangun karso,” lanjutnya.


“Dan yang ketiga adalah dari segi multi-culture atau dari segi orang-orang yaitu dengan memberdayakan tim untuk melakukan yang terbaik. Fokus ke coaching atau pelatihan dan pengembangan orang-orang dan pemimpin di dalam tim, yang merupakan nilai dari tur wuri handayani,” jelasnya.


(Renata at Facebook Women in Engineering Conference. Foto: Dok. Facebook)

Beliau mengaku bahwa dalam kepemimpinannya, ia merasa tidak ada stereotype yang dialaminya. Facebook juga menekankan pelatihan kepada karyawan untuk menghilangkan unconscious bias.


“Saya merasa sangat dihargai dan dihormati sebagai pemimpin perempuan di sini. Tidak ada stereotype negatif yang saya alami dan memang di Facebook ini kami sangat dijauhkan dari kebiasaan stereotyping juga,” ujarnya.


“Facebook melakukan investasi yang cukup banyak dalam upaya diversity and inclusion, terutama dalam pelatihan-pelatihan yang melatih karyawan untuk mengurangi dan menghapus bias termasuk unconscious bias,” ucapnya dalam wawancara eksklusif bersama Her World Indonesia.



(Renata dan ibunya di Facebook Office. Foto: Dok. Facebook)

Sosok Raden Adjeng Kartini menjadi figur perempuan yang menginspirasi Renata Aryanti dalam mengejar pendidikan yang tinggi. Menurut Renata, perempuan yang paling utama dijadikan panutan yaitu ibunya.


“RA Kartini tentunya karena beliaulah kita semua bisa memiliki kesempatan untuk berpendidikan setinggi mungkin ya kan. Tapi yang terutama untuk saya adalah ibu saya karena beliau juga adalah seorang engineer yang juga memimpin tim yang mayoritas anggotanya pun laki-laki,” ungkapnya.


“Dari ibu saya, saya belajar bahwa perempuan bisa maju dalam karier yang ia mau dan bisa juga menjadi pemimpin yang dihormati dan disegani oleh semua orang,” lanjutnya.


Uniknya, Renata mengaku mulai tertarik pada seni dan kerajinan ketika melihat beberapa temannya mendalami bidang seni dan menjadikan hal tersebut sebagai hobi untuk menyeimbangkan pekerjaan.


Mengatur waktu untuk keluarga sebagai ibu dari dua anak, Renata membagi waktu dalam peran profesional dan personalnya dengan menetapkan batasan-batasan. Facebook juga sangat mendukung dalam peran keluarga dengan memberikan kelonggaran dalam kebijakan untuk para orang tua yang bekerja di perusahaan tersebut.


“Facebook sangat mendukung orang tua untuk melakukan hal-hal terbaik bagi keluarganya. Saya juga memiliki rekan-rekan kantor yang memiliki anak kecil,” ujarnya.


“Facebook juga memiliki kebijakan bagi orang tua yang sangat mendukung kami, contohnya ketika saya mengambil cuti selama 5 bulan setelah melahirkan. Rentang waktu ini membuat saya dapat bonding dengan anak,” lanjutnya saat wawancara khusus.


Renata berharap untuk para perempuan yang ingin bergerak di bidang engineering untuk tetap yakin, percaya diri dan punya keinginan untuk terus berkembang.


“Percaya diri dan yakin bahwa kita bisa melakukannya. Menjadi perempuan bukan berarti kita menjadi inferior di industri teknologi ini. Mungkin memang ada banyak anggapan bahwa dunia teknik bukan untuk perempuan atau kita tidak akan bekerja dengan baik dalam bidang ini. Ketika mendengar hal-hal negatif semacam ini, sebaiknya kita abaikan saja,” ungkapnya.


“Punya pemikiran untuk terus berkembang, belajar dan maju. Berbuat kesalahan adalah sebagian dari proses belajar, kita tidak akan melakukan sesuatu dengan sempurna dan kita secara konsisten harus terus berkembang. Jadikan kegagalan, baik itu penolakan dalam pekerjaan, proyek yang gagal atau hal lainnya, sebagai kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri,” tutupnya.


(Penulis: Sania Zelikha)

A chat with