Tak hanya ingin membantu memutus rantai penularan selama pandemi, menaati aturan dengan berdiam di rumah juga membuat Dian Sastrowardoyo menemukan kepribadian yang sekaligus mengajak kita untuk #GetThroughThisTogether.
Makin sibuk dan cukup merasa lelah. Tapi saya enggak bisa komplain karena saya tahu masih banyak orang yang susah. Jadi, pekerjaan sekecil apa pun harus tetap disyukuri dan dikerjakan dengan ikhlas. We should feel lucky if we still have a job or work to do.
Dengan ada di rumah, saya jadi sangat menikmati keadaan rumah sendiri. Saya tipe orang yang biasanya sangat mobile. Kesibukan ini bikin saya jadi jarang ada di rumah. Namun, karena selama pandemi, saya menghabiskan seluruh waktu di rumah, saya jadi bisa menikmatinya. Mencoba memasak, menikmati kompor, bermain bareng anak-anak, menikmati Wi-Fi di rumah. I began to appreciate a lot of things at home. Saya juga jadi lebih sering membereskan rumah. Beres taman dan tanaman di sana. Ternyata saya suka banget dengan kehadiran mereka. Saya juga membersihkan beberapa pajangan hingga mendekorasi ulang beberapa sudut ruangan.
Terus terang, belum. Mereka lumayan betah di rumah. Sejak anak saya yang paling besar disunat, mereka dapat hadiah berupa PS4 dan Nintendo Switch. Lucunya, mereka lebih memilih game yang bisa dimainkan berdua. Jadi mereka bisa quality time dengan game-nya. Kalaupun bosan, biasanya kami punya proyek kecil, seperti science project yang bisa dilakukan di rumah. Kami juga sering main Lego atau puzzle bareng. Ini seperti kegiatan keluarga yang bisa dilakukan sama-sama setiap hari.
Self-portrait jadi lebih susah karena kita enggak di studio. Kalau di studio kan biasanya ada kaca, suasana lebih fokus, ada musik, jadi sudah ada ritmenya. Ada stylist dan makeup artist. Semua lighting sudah siap, jadi kita tinggal tunggu kode saja. Kalau self-portrait beda karena semuanya harus dilakukan sendiri. Yang agak awkward adalah kita enggak bisa pasang musik untuk membangun mood karena perlu suasana tenang agar bisa dengar instruksi dari tim yang stand by via Zoom.
Jujur, saya suka banget karena selama sesi foto ini, saya banyak mengeksplor available light atau cahaya natural. Nah, kalau kameranya kurang tajam, biasanya agak sulit untuk menangkap sisi dramatis dari cahaya-cahaya itu. Galaxy S20 Ultra saya punya reolusi kamera 108MP sehingga benar-benar terasa ketajamannya. Sebelum sesi bersama her world Indonesia, saya juga sempat mencoba sendiri dan mengambil gambar untuk film pendek yang ternyata hasilnya bagus dan tajam banget karena resolusi videonya sudah 8K. Selain itu, karena saya foto menggunakan mode selfie dengan resolusi cukup tinggi yaitu 40 MP, saya juga jadi tahu angle yang baik seperti apa dan mengatur komposisi sendiri.
Sejujurnya, saya cukup khawatir. Kita semua tegang dan stres karena sama sekali enggak tahu ke depannya akan seperti apa. Secara ekonomi, ada kemungkinan turun. Artinya apa bagi kita dan keluarga di rumah? Apakah kita tetap akan aman? Perlukah kita khawatir dengan economical unrest. Nanti akan rusuh enggak, ya? Jujur, pikiran saya sudah sampai sejauh itu. Di tengah ketidak-pastian ini saya jadi tegang dan tanpa disadari, saya berusaha mengabaikannya dengan memper-banyak pekerjaan hingga over-load dan jadi repot sendiri. Maybe, working has always been my drugs. Kalau orang lain mengonsumsi obat penenang saat panik, saya justru kerja. Ini pun saya baru menyadarinya, lho. I’m a workaholic and I’m not proud of it. Akhirnya yang saya lakukan adalah mengikuti grup meditasi via WhatsApp. Di sana saya dibantu untuk disiplin, bahwa sepanik apa pun, saya harus bisa meditasi dan tetap menenangkan diri.
Bagi saya self-portrait atau virtual photoshoot bukan me-time, melainkan pekerjaan yang bisa menambah skill. Saya memang bisa berkreasi dengan hal ini tapi tetap saja jadi bagian dari pekerjaan.
Me-time saya justru nonton drama Korea dan meditasi. Awalnya sih takut nonton Korea karena khawatir akan “melupakan” semua prioritas dan komitmen yang sudah dibuat untuk diri sendiri, tapi ternyata enggak lupa juga. Bahkan, saya masih bisa khatam Alquran lewat tadarus online selama diam di rumah.
Tentunya. Sebenarnya saya sering merasa enggak happy dan stres tanpa menyadarinya. Akhirnya, setelah mencoba meditasi dan instrospeksi, saya sadar bahwa ada rasa stres dan panik yang enggak pernah di-acknowledge. Saya juga bisa terlihat sangat stres, mungkin karena tak berhenti bekerja, layaknya energizer bunny. Sebagai salah satu bentuk introspeksi, saya mencoba membuat karya yang menyuarakan hal-hal ini dalam bentuk audio series, hasil kolaborasi dengan Beni Liems, berjudul Containment. Ceritanya juga terinspirasi dari salah satu caption di unggahan seorang teman. Intinya bahwa kadang kita perlu untuk lebih peka dengan diri sendiri. Kita bisa saja enggak bahagia dan itu wajar-wajar saja. Selain itu, saya juga merasakan bahwa untuk bisa menerjemahkan ketakutan terbesar kita dalam suatu karya yang akan dibagikan ke publik, ini memerlukan keberanian dan vulnerability.
Sebenarnya saya sadar banget, bagi beberapa teman yang harus diam di rumah pasti rasanya membosankan. Maka, saya sebagai pekerja seni, berusaha untuk memproduksi konten-konten menarik yang ditujukan untuk menghibur teman-teman semua agar tetap betah. Akhirnya saya jadi lebih bisa mengulik Galaxy S20 Ultra saya dan memaksimalkan fitur kamera serta video untuk menciptakan konten yang autentik dan “saya banget”. Bahkan dari awal PSBB dimulai, saya terus mengunggah konten menarik seperti video musik hingga baca puisi dan dongeng, Setidaknya dengan begitu, saya bisa membantu meringankan beban teman-teman karena kita bisa #GetThrough ThisTogether.
Di kehidupan normal, saya selalu fokus pada time-frame. Mungkin karena saya adalah tipe orang yang mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan indikasi waktu dan target. Namun, saat keadaan berubah, deadline seolah tak punya nilai lagi, karena saat ini waktu jadi hal yang sangat tidak pasti. Kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Saat ini, saya jadi lebih sering berkontemplasi. Lebih zen dan fokus pada ketenangan diri sendiri. Tetap berusaha menjaga stamina, namun sesuai dengan kemampuan dan kenyamanan sendiri, bukan lagi pada target. Jadi, new normal bagi saya adalah mengerjakan sesuatu dengan kemampuan diri yang lebih sustainable.
Tentu, saya sekarang jadi rajin cuci tangan dan pakai masker. Walau dengan sehelai kain, itu masih lebih aman daripada tidak sama sekali. Jadi, sekarang saya dan keluarga sudah membiasakan untuk mengenakan masker setiap keluar rumah. Dengan begitu, kita bisa menjaga orang lain dan diri sendiri.
(Fotografer, Tata Rias Wajah dan Rambut oleh Dian Sastrowardoyo. Semua foto diambil menggunakan SAMSUNG GALAXY S20 ULTRA. Tim Produksi oleh Bimo Permadi, Hadi Cahyono, Zamira Mahardini, Raghamanyu H. Busana dan Aksesori oleh Dior)