Life & health

'Cinta Indonesia,' 30 Tahun Berkarya Sasya Tranggono

By : Rahman Indra - 2019-02-16 15:48:00 'Cinta Indonesia,' 30 Tahun Berkarya Sasya Tranggono


Memeringati 30 tahun berkarya, Sasya Tranggono mengusung pameran tunggalnya yang diberi tajuk 'Cinta untuk Indonesia'.

Dikuratori Jim Supangkat, pameran ini menghadirkan kurang lebih 41 lukisan yang dapat dibagi atas tiga bagian besar, yakni Wayang, Kupu-kupu dan Bunga. Masing-masing merangkum perjalanan tiga dekade proses berkarya Sasya yang dimulai sejak 1989 lalu. 

Dibuka pada Kamis (14/2), pameran tunggal Sasya Tranggono ini berlangsung di Galeri Nasional Indonesia dari 15 Februari hingga 10 Maret 2019. Publik mendapat kesempatan untuk melihat lebih dekat keunikan setiap karya Sasya Tranggono sebelum kemudian akan dibawa tur ke beberapa negara di Eropa. 

(Baca juga: 10 Etika ke Pameran Seni)


Wayang

Dalam proses kurasinya, Jim Supangkat mengungkapkan karya-karya Sasya Tranggono memperlihatkan gejala 'post tradisi' di luar Eropa, Amerika Serikat, yang tidak bisa disebut karya-karya tradisional, namun memperlihatkan pengaruh estetik tradisi. 

Lukisan-lukisan Sasya, kata dia, adalah lukisan alam benda. Ia menata wayang-wayang golek seperti menata benda-benda lain kemudian melukisnya. Sasya dalam proses melukisnya seperti sedang mempraktekkan seni lukis still life, kecendrungan sangat lama pada perkembangan seni lukis. Namun, kekuatan narasi pada lukisan-lukisannya muncul melalui konsep teatrikalitas.

Ini dengan mudah dapat dilihat dari beberapa karyanya seperti 'My Son And I', 'Your Love is the Anchor', 'The legend of Rama and Shinta', dan atau 'All through the Storm'. 


(Sasya Tranggono. Foto: Dok/herworldIndonesia)


Dalam setiap lukisan wayang ini, Sasya seolah menjadi sutradara pertunjukan yang menata para pemain untuk menampilkan semacam tableau. Watak tokoh pada wayang golek yang dikenalnya, dan kesn dialog ditampilkan dengan menata tangan wayang golek menjadi bahasa untuk menampilkan narasi. 

Oleh karenanya, melihat beberap luksian wayang Sasya dengan seksama akan mendapatkan ksiah tersendiri yang unik dan asik. Di luar itu, tentu saja akan ada permainan warna dan motif batik yang menjadikannya berbeda. 

Tak hanya tokoh wayang golek tradisional, Sasya juga membuat seri Wayang Jesus dalam seri 'Last Supper' yang membuat dahi berkerut sekaligus takjub. Bagaimana luksian terkenal dunia itu hadir dalam bentuk yang 'jenaka' sekaligus sarat makna di tangan Sasya. 

Kupu-kupu dan bunga 

Selain dominasi lukisan wayang dan instalasi wayang berukuran besar yang dihadirkannya, pameran ini juga mengusung seri lukisan Kupu-kupu dan Bunga. 


(Seri kupu-kupu. Foto: Dok/herworldIndonesia)


Berada di ruang yang berbeda, seri kupu-kupu menjadi unik berkat adanya tambahan aneka batu perhiasan di atas kanvas. Menurut Sasya, awalnya ia hanya melukis kupu-kupu biasa namun mendapat tantangan dari anaknya, ia kemudian terdorong menghadirkan sesuatu yang tak biasa. 

Berhubung ia menyukai batu perhiasan, maka lukisan kupu-kupu itu pun kemudian diberi batu perhiasan aneka warna sesuai dengan penempatan dan komposisi yang pas. Maka jadilah lukisan kupu-kupu yang tak hanya cantik berkat aneka warna tapi juga berkilau karena efek perhiasan. 

Lukisan-lukisan cantik ini menuntut mata untuk menatapnya lebih lama. Ada unsur magis yang membuatanya menarik. Kaya detail dan juga unik. Conthnya yang cukup mencolok dengan ukuran cukup besar karya bejrudul 'Everything Comes from God, Everything Happens Through God, Everything End up in God.' Untuk menikmatinya lihatlah dengan berjarak, lalu mendekat. 

Tak jauh dari lukisan kupu-kupu, terdapat seri lukisan Bunga. Konon, bunga adalah karya cipta Sasya yang pertama kali saat ia terjun ke dunia seni lukis. Aneka bunga dengan warna-warna berbeda dari merah hijau, kuning ini seolah hidup dan punya kisah sendiri. 

Life & health