Tren menikah muda sedang tinggi. Bahkan beberapa pemilik channel di Youtube pun kerap membagikan pengalaman mereka tentang betapa menyenangkannya membangun rumah tangga di usia 20-an awal. Di satu sisi, tentu hal ini tampak membahagiakan karena gejolak jiwa belia kita sedang meletup-letup. Tapi di sisi lain, tentu ada banyak sekali urusan yang harus diketahui lebih dulu sebelum membina keluarga.
Jika memang kamu sudah paham segala risiko dan betul-betul siap mengarungi biduk rumah tangga berdua saja dengan calon pasanganmu, maka semua akan jauh lebih mudah untuk diarungi bersama. Go for it! Artinya kamu sudah cukup dewasa untuk dapat berkomitmen secara penuh. Namun jika belum, jika landasan pernikahan hanya karena sama-sama cinta namun sesungguhnya risiko-risiko tertentu belum diketahui, maka baiknya pikir dulu keputusanmu sebelum menyesal di lain waktu. Baca artikel berikut dan semoga kamu telah bisa berkompromi dengan sesuatu yang pasti akan terjadi di masa depan saat status 'kawin' sudah tertera di KTP.
Dalam situs Teen Vogue disebutkan bahwa pendidikan adalah prioritas utama yang harus dimiliki seseorang sebelum memutuskan untuk menikah. Di sana, seorang director of the National Marriage Project at the University of Virginia bernama Bradford Wilcox menyatakan bahwa, "It's important to finish the basic levels of education: either high school, vocational, or a college degree." Baginya, menyelesaikan pendidikan dasar adalah sebuah fondasi yang akan sangat berguna sebagai bekal dalam mencari pekerjaan untuk menunjang finansial bersama di masa yang akan datang. Baik pria maupun wanita, keduanya sama-sama harus mengenyam latar edukasi yang cukup agar tak kesusahan di masa depan terutama saat mengalami tekanan ekonomi.
Tak hanya itu, tidak cuma untuk urusan keuangan, sesungguhnya dengan berpendidikan yang baik, mereka yang menikah muda juga lebih bisa menjadi orang tua yang edukatif bagi anak-anaknya terutama pada masa pertumbuhan. Sebut saja penanaman norma-norma, budi pekerti, baca tulis, dan lain sebagainya. Ada narasi lama yang menyatakan bahwa, "kenapa orang Jepang sejak kecil sudah pintar dan kenapa wanita Jepang banyak yang rela hanya jadi ibu rumah tangga padahal mereka berpendidikan sangat tinggi? Jawabannya sederhana. Karena dari ibu yang cerdas akan tumbuh anak-anak yang hebat hasil bimbingan sehari-hari yang tepat."
Meski klise, namun kesiapan mental merupakan hal krusial yang harus kamu miliki sebelum memutuskan untuk menikah muda. Akan ada banyak hal yang berubah dan harus dikorbankan saat memutuskan untuk berumahtangga. Hidup tak lagi sama karena kini kamu berdua. Jika masih senang keluar sampai larut malam dan bersenang-senang dengan teman, sebenarnya tak apa-apa KALAU suamimu juga ikut bersamamu alias bersenang-senang bersama, atau sendiri saja tapi suami mengizinkan. Kesepakatan-kesepakatan macam ini yang harus dibuat saat berumahtangga nanti. Ada ragam kompromi yang didiskusikan agar segalanya tetap baik-baik saja dan tak jadi bibit perkelahian. Ingat, menikah adalah tentang menyatukan dua hati dan kepala. Siapkah kamu untuk melewati segalanya bersama? Siapkah kamu menerima ragam tekanan dan cobaan yang menunggu di depan? Segala masalah harus diselesaikan bersama, lho. Ready for it?
Untuk bisa hidup mandiri berdua dengan suami atau mungkin akan memiliki anak satu saat nanti, jelas kita semua harus punya kemampuan finansial yang baik untuk dijadikan fondasi berkeluarga. Untuk membeli bahan makanan sehari-hari, memenuhi segala kebutuhan rumah, membesarkan anak, sampai membahagiakan diri sendiri, semua harus ditunjang dengan kondisi finansial yang stabil, baik, dan mumpuni. Inilah kemudian yang melandasi poin pertama. Berpendidikanlah yang cukup agar kamu bisa mendapat pekerjaan yang baik setingkat SMA, SMK, atau pun perguruan tinggi. Dengan begitu setidaknya kamu atau suamimu akan punya skill untuk bekerja sehingga dapat menerima gaji bulanan yang konstan sehingga keputusan untuk menikah dan lepas 100% dari sokongan orangtua bisa benar-benar terwujud.
Agar rumah tak hanya bahagia tapi juga sehat, kamu pun harus memerhatikan kesehatan seksualmu dan suami. Ada baiknya lakukan pre-marital check up sebelum menikah untuk mengetahui risiko penyakit, tingkat kesuburan, dan lain sebagainya. Bahkan sebagai wanita, kita wajib melakukan proteksi diri dengan vaksin HPV untuk meminimalisir risiko kanker serviks sampai dengan 99% yang kini telah banyak tersedia. Tak hanya itu, kamu juga harus siap untuk lakukan cek pap smear tiap tahun untuk untuk menguji keberadaan sel pra-kanker atau kanker pada serviks yang sudah aktif secara seksual. Siapkan budget untuk segala pemeriksaan, penanggulangan, dan tes ini karena biayanya memang cukup mahal.
Tak seperti pacaran, komitmen saat menikah jauh lebih berat karena hubungan ini bersifat seumur hidup. Ada perjanjian sah yang disaksikan oleh keluarga besar, wali, dan tercatat dalam catatan sipil. Oleh sebab itu, jika terjadi pertengkaran atau ketidaksepahaman, kita tak lagi bisa memutuskan untuk berpisah begitu saja. Bercerai bukan jalan terbaik kecuali memang dirasa sangat mendesak atau berhubungan dengan KDRT. Sifat pasangan akan berubah seiring berjalannya waktu. Begitu pun sifatmu. Banyak perubahan yang akan dirasakan di mana sikapnya dan sikapmu tak lagi sama saat ketika masih pacaran.
Ini pasti terjadi terutama pada pasangan yang telah menikah puluhan tahun. Sebab pada kenyatannya, hidup itu berubah. Manusia pun tidak diam. Kita semua beradaptasi dengan segala perubahan kehidupan yang ada. Kita pun harus beradaptasi dengan pasangan sebagaimana pun beratnya karena mereka pun akan berusaha beradaptasi dengan kita. Jadi, jika komitmenmu sudah mantap, jalanilah.
Pastikan pasanganmu akan mendukung segala mimpimu untuk meraih apa yang kamu mau terlebih jika kamu merupakan pribadi yang ambisius dan multitalenta. Selama sifatnya positif, pasangan yang baik akan tak keberatan untuk mengantarkanmu pada kesuksesan. Begitupun kamu. Harus mau mendukungnya mencapai puncak kejayaan.
Jika kalian sama-sama bisa menghargai pencapaian masing-masing, maka artinya kalian sudah bisa mengalahkan ego. Apalagi kalau ternyata pada akhirnya kamulah yang lebih berhasil dan berpendapatan lebih besar. Jika pasanganmu tak keberatan, maka artinya kamu telah memilih pasangan yang tepat. Namun jika dia tak setuju dan merasa ia harus tetap lebih sukses dan berpendapatan lebih tinggi dari pada kamu, maka bisa dipikir lagi untuk tetap melanjutkannya atau tidak. Kenapa? Sebab ketimpangan ini akan menyebabkan perpecahan hebat dalam rumah tangga jika tak dibicarakan dengan pikiran terbuka. Jadi alangkah bijaknya jika kemungkinan ini dibicarakan sejak awal sebelum mengikat janji.
Ada standar hidup yang harus kamu pikirkan sama-sama. Hidup seperti apa yang ingin kamu nikmati dan hidup seperti apa yang ingin kamu usahakan. Pastikan ini sesuai dengan standar hidup yang ada di bayangan pasanganmu. Jangan sampai saat kamu punya standar hidup grade A, ia hanya mau punya standar hindup grade C. Ini akan sulit sebab hal bakal berhubungan dengan keharmonisan dan kepuasan rumah tanggamu. Jika ia memaksamu untuk hidup sederhana tapi kamu tak mau, maka tentu hal ini akan jadi problem. Begitupun sebaliknya. Jika kamu terbiasa hidup sederhana namun ia terbiasa hidup bermewah-mewah dan membuatmu tak nyaman, artinya kamu akan jadi tak nyaman selama menikah dengannya atau terpaksa menyamankan diri. Ini harus dicari jalan tengahnya sebab standar hidup akan sangat memengaruhi cara berpikir dan bagaimana pada akhirnya kalian membangun kehidupan mulai dari masih berdua sampai sudah punya anak.
Di masa yang akan datang, jika ini tak segera diselesaikan, maka hal-hal yang berhubungan dengan rencana pendidikan anak, rencana menabung, membuat asuransi kesehatan, dan lain sebagainya akan sangat memusingkan karena Anda berdua tak punya standar safety and happiness yang sama.
Pastikan kamu berdua sudah puas merasakan masa remaja yang seru atau 'nakal' khas masa muda yang penuh kenangan. Jangan sampai nanti baru 'nakal' pas sudah berkeluarga karena tanggung jawabnya akan lebih berat. Kalau masih mau bandel, baiknya bandel sama-sama dengan pasangan supaya pernikahan juga semakin seru. Jangan nanti malah bandel di luar dengan orang lain yang pasti akan lebih sulit dipertanggungjawabkan. Intinya, jangan cari kepuasan di luar rumah sebagai pelarian saat kamu sedang bosan di rumah atau saat tengah ribut dengan suami, ya. Risikonya tinggi sekali.
Saat telah menikah, tanggung jawab pria dan wanita seketika berubah yaitu sebagai suami dan istri. Saat punya anak, tanggung jawab pun bertambah lagi jadi ibu dan ayah. Bagi orangtua pasangan pun kita punya tanggung jawab penuh sebagai menantu yang berjanji akan menjaga buah hati mereka dengan penuh kasih sayang. Oleh sebab itu, dengan menikah artinya kita menyanggupi segala tanggung jawab baru yang otomatis segera diemban. Sebagai istri kita harus apa, sebagai orangtua harus bagaimana, dan sebagai menantu apa yang wjib kita lakukan. Sebagai anak dari ayah dan ibu kita pun, kita punya kewajiban untuk tidak memperlihatkan pada mereka saat sedang terjadi masalah dalam rumah tangga. Jadi, siapkah kamu dengan segala new responsibilities ini?
Sebab laki-laki dan perempuan jelas punya tanggung jawab yang sama dalam rumah tangga namun dengan kapasitas yang berbeda. Saling membantu dalam mengurus rumah, bekerjasama dalam membesarkan buah hati, saling kompromi dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup sehar-hari, dan lain sebagainya, adalah ragam bentuk tanggung jawab yang harus dipahami sebelum menikah. Jangan sampai nantinya malah 'suruh-suruhan' dan malah merasa ada ketidaksetaraan dalam rumah tangga.
Hei, rumah tanggamu adalah milikmu berdua. Rumahmu berarti tanggung jawab bersama. Jadi bersepakatlah dalam melakukan pembagian kerja. Siapa melakukan apa dan siapa bertanggungjawab atas apa. Dengan begitu semua akan jadi lebih mudah. Selama dikerjakan bersama berarti kekompakan kalian juga makin bisa terjalin. Jika suamimu lebih suka memasak, maka lakukan saja. Artinya kamu bisa mencuci piring . Jika kamu lebih senang mencuci, maka suamimu bisa membereskan lemari. Tak semua orang kini bisa punya ART. Maka penyelesaiannya adalah lakukan semua sama-sama seperti rumah tangga lain di masyarakat Barat atau Asia Timur yang tak dilengkapi dengan asisten. Bukan saling bantu, tapi tentang gotong royong dalam mengurus apa yang akan kamu bangun bersama bersama pasangan nantinya yaitu rumah dan keluarga.
Kalau mau menikah di usia muda, kamu boleh tetap bersifat kekanak-kanakan di depan pasanganmu dan bersikap sesuai dengan umurmu. Tapi, tolong diingat poin nomor 9, ya. Bahwa biarpun kamu masih belum bisa dewasa secara sikap, setidaknya kamu harus tetap punya tanggung jawab seperti yang telah tertera di atas. Tetap harus kamu bedakan peran barumu sebagai istri dan peran baru pasanganmu sebagai suami. Kalian harus mulai lebih saling menghormati satu sama lain karena biar bagaimanapun, kalian telah berjanji akan sehidup semati. Jangan saling menuntut yang berlebihan mentang-mentang kamu merasa punya hak sebagai istri atau sebaliknya. Inilah yang akhirnya akan menimbukan prahara rumah tangga. Pemahaman akan peran dan tanggung jawab yang belum matang. Bahkan, worst case, bisa jadi bibit KDRT.
Oh iya, bibit KDRT ini pun bisa kamu cermati sebelum menikah. Jika pasanganmu selama pacaran suka bertindak kasar dengan cara memukulmu, menyakitimu dengan cara apa pun baik fisik maupun verbal, merusak barang saat marah, berantem dengan orang lain saat kesal, posesif berlebih, atau tanpa sengaja membuatmu terluka, maka baiknya jangan lanjutkan hubungan jenis ini karena sesungguhnya, sikap seperti ini akan semakin jadi saat sudah berumah tangga. Kamu dirasa sudah jadi miliknya dan dapat diatur kapanpun ia mau. Oleh sebab itu kasus kekerasan dalam rumah tangga kerap terjadi di mana pasanganmu merasa perannya seketika superior. Jika ia menolak putus dengan mengeluarkan janji akan berubah, ada baiknya abaikan saja karena ini merupakan sifat bawaan yang tak bisa diubah. Meski bisa sedikit dikontrol, namun dihilangkan 100% adalah hal yang mustahil. Sekalinya emosi, secara sadar atau tidak mereka akan kerap mengulangi hal yang sama dan ini tak hanya akan terjadi padamu tapi juga berpotensi dilakukan pada anak-anakmu kelak. Jadi, masih ada waktu untuk berpikir dua kali tentang pernikahan yang akan kamu jalani.
Tapi, lain cerita jika KDRT atau sikap kasar pada pasangan baru tampak setelah menikah. Jika sudah begini, baiknya jangan tunda untuk minta pertolongan pada kerabat terdekat, psikolog, LSM perlindungan perempuan, atau pihak berwajib. Jangan diam saja karena kamu berhak melindungi diri dan keluargamu sendiri. Lakukan dulu self defense sederhana yang bisa kamu lakukan, setelah itu lari cari bantuan dan jangan kembali lagi padanya!
(Baca Juga: 42 Lagu Paling Romantis Untuk Pernikahan Anda )
Pernikahan usia muda identik dengan sebutan pernikahan yang 'belum matang' dari segala sisi. Baik dari ekonomi maupun emosi, semua dirasa belum stabil sehingga ego merupakan sisi yang masih amat menonjol pada gejolak jiwa beli yang masih berapi-api. Di sini, kamu harus kembali pada pemahaman mengenai tanggung jawab. Seberapapun usiamu saat menikah, jika kamu masih belum bisa mengemban tanggung jawab yang lebih besar dan belum mampu serius pada komitmenmu, maka artiinta kamu belum bisa berumahtangga.
Jika kamu masih mementingkan kepentinganmu sendiri di atas segala-galanya tanpa ada kompromi atau empati terhadap pasanganmu, maka baiknya kamu tunda dulu rencana menikahmu sampai kamu betul-betul merasa bisa hidup dengan orang lain. Akan banyak perdebatan yang bukan hanya tentang dirimu. Akan banyak pro kontra dalam hal apa saja yang tak bakal ada habisnya tiap hari. Menikah bukan tentang menang atau kalah. Bukan juga tentang didengar tapi juga mendegar. Menikah juga adalah tentang menerima dan memberi. Lalu yang terpenting, menikah bukan hanya tentang dirimu melainkan dirinya. Tak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi serta tak ada yang lebih kuat maupun lebih lemah. Suami dan istri punya kapasitas masing-masing yang jika satu saja tak menjalankan perannya, maka rumah tangga akan timpang. Inilah yang menjadikanmu tak akan pernah bisa egois lagi saat telah berkeluarga.
Pernikahan adalah permulaan untuk menuju sebuah perjalanan panjang. Ia adalah pintu terbuka untuk memasuki ruang baru dalam kehidupan. Inilah yang menjadikan pernikahan hadir dengan ragam tawaran konflik baru yang mungkin belum pernah kamu temui sebelumnya. ayangnya, tak semua orang mampu menghadapi konflik-konflik yang ada sehingga berujung perceraian pada akhirnya karena dianggap sebagai satu-satunya penyelesaian termudah. Well, dalam situs Teen Vogue, seorang Director of Research and Public Education di Council on Contemporary Families, Stephanie Coontz, berkata bahwa "If you're a woman, until you reach 24 or 25, your risk of divorce is much, much higher than if you wait to get marriage until 24 or older. In fact, every year that you delay marriage, right up into your early 30's, decreases your risk of divorce.".
Bahwa baginya, jika seseorang belum siap untuk menikah muda dan belum punya banyak pengalaman dalam meahami kehidupan secara garis besar, maka besar kemungkinannya untuk cepat bercerai di usia pernikahan yang masih seumur jagung. Oleh karenanya, dengan memperbanyak pengalaman, mengenal pasangan lebih dalam, berpuas diri dalam bergaul, dan membuka pikiran akan hal baik dan buruk, akan sangat meminimalisir risiko perpisahan karena artinya kita sudah cukup fleksibel dan dinamis dalam memandang sebuah problema terlebih dalam rumah tangga. Meski setiap orang punya kemampuan yang berbeda dalam hal ini dan tak melulu dilihat berdasarkan usia, namun survey membuktikan bahwa perceraian yang banyak terjadi di usia muda memang didominasi oleh pemikiran dan emosi yang masih belum stabil dalam menghadapi masalah bersama.
Jika kamu dan pasanganmu belum bisa hidup mandiri, masih bergantung pada orangtua, dan masih belum bisa mengurus rumah sendiri setidaknya sebelum memiliki asisten rumah tangga, maka baiknya kamu pikir ulang lagi keinginan untuk hidup berdua saja. Karena menikah adalah juga tentang hidup berdua sebagai suami dan istri, maka baiknya kamu pahami dulu tugas dan kewajiban seorang istri dan suami yang sesungguhnya agar bisa saling melengkapi dan melayani dalam tataran yang benar. Ini semua butuh sikap mandiri yang kuat baik dari sisi istri maupun suami. Karena tanpa kemandirian, sulit rasanya masing-masing dapat menjalankan peran yang sesungguhnya. Jika memang ART dibutuhkan dan kamu mampu untuk menggunakan jasanya, tentu tak ada yang melarang. Namun kondisinya, jika kamu dan suami belum berpendapatan cukup dan belum mampu memiliki ART, maka mau tidak mau semua harus kalian kerjakan berdua dan wajib mau belajar untuk bisa. Kenapa? Karena itu adalah salah satu esensi pernikahan, living together.
Suami dan istri harus sama-sama mau belajar melakukan banyak hal baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Hal inilah kemudian yang akan jadi penyelamat rumah tanggamu saat keadaan tiba-tiba berubah. Saat suami atau istri sedang tak bisa melakukan kewajibannya, maka pasangannya harus mau menggantikannya sementara. Untuk saling bantu satu sama lain. Jangan selalu bergantung pada ART karena justru di sinilah letak nilai hubunganmu. Saling melayani dengan baik dan berusaha untuk memberikan yang terbaik pada pasangan adalah hal kecil yang bakal membuat sebuah rumah tangga akan bertahan dari tahun ke tahun. Sekecil apa pun usaha yang dilakukan, ia akan jadi fondasi bagi rumah tangga yang kokoh di kemudian hari. Semakin sering suami istri bekerja sama, saling tolong satu sama lain, menertawakan hal-hal mudah yang ternyata sulit diselesaikan, hingga memaksa diri untuk bisa menyelesaikan sesuatu yang belum pernah coba dilakukan sebelumnya, adalah nilai berharga yang akan dibawa hingga akhir tua.
Jadi, coba untuk bisa hidup berdua saja tanpa bantuan orang lain. Memiliki ART boleh, memiliki baby sitter nanti juga tak dilarang, punya supir, tukang kebun, dan lain sebagainya adalah hak tiap keluarga jika memang mampu. Tapi, coba dulu untuk lakukan semua itu berdua saja. Jadi jika keadaan mendadak sulit, rumah tangga kalian tidak bakal hancur hanya karena ketidakmampuan dalam melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan para asisten. Pun jika keadaan ekonomi belum memungkinkan untuk punya asisten, semua tak jadi masalah karena kamu bisa lakukan berdua saja. Berpenghasilan sendiri, mengurus rumah sendiri, saling menghargai, dan peduli satu sama lain, adalah beberapa bekal penting untuk mewujudkan keluarga yang kuat di masa yang akan datang.
Saat menikah muda, bisa jadi cara berpikirmu juga masih muda. Sebenarnya ini ada baiknya. Sangat baik malah. Jika sudah siap menikah muda dengan segala risikonya, maka cara berpikirmu ini masih sangat seru untuk dibawa dalam rumah tangga. Pernikahanmu jadi tak membosankan karena artinya kamu masih bisa have fun dengan sangat youthful. Saat membesarkan anak-anakmu nanti juga demikian. Lebih santai dan lebih muda dari segi mengikuti perkembangan cara mendidik anak yang kini banyak beredar di media sosial. Kamu pun masih punya banyak energi untuk berargumentasi dan memilih mana yang terbaik untuk keluargamu kelak. Ini bagus!
Tapi, jangan sampai sebaliknya, ya. Jangan sampai cara berpikirmu malah masih kekanak-kanakan sehingga yang banyak perdebatan sengit yang harusnya bisa tak terjadi jika kamu mau berpikir sidkit lebih rasional. Ini yang banyak terjadi di kalangan suami istri usia muda. Kala cara berpikir yang belum matang bertemu dengan masalah rumah tangga yang berat. Ribut besar!
Seperti yang telah disebutkan di atas, jika sudah menikah, jangan harap hidupmu akan sama seperti sebelumnya. Apalagi jika sudah bertahun-tahun lamanya. Tentu semua akan berubah. Jangan pernah takut akan perubahan ini karena justru isah hidupnya bakal jauh lebih kaya. Fase kehidupan yang sebenarnya akan kamu kamu alami di sini. Fase bersuami, membina rumah tangga, menghalau konflik, menunggu kehadiran buah hati, mendidik anak, hingga ada masa di mana kamu harus menikahkan anakmu berpuluh tahun kemudian, dan lain sebagainya, adalah bagian kehidupan yang tak bisa kamu tolak kehadirannya. Tiap masa punya pelajaran dan memorinya sendiri yang akan memberimu banyak kisah baru. Jadi, jangan pernah khawatir karena perbedaan cara hidup akan terus kamu alami selama masih menjejak di bumi. Kamu SMP, kamu SMA, kuliah, kerja, dan lain sebagainya pun akan memberi nilai hidup yang berbeda, kan. Menikah dan berkeluarga pun demikian. Jadi jangan pernah takut, ya. Life is exactly like that.
Untuk bisa berumahtangga dengan baik, tentu semua calon suami dan istri harus punya perencanaan yang panjang dan baik untuk kelangsungan hidup yang aman serta nyaman. Sudah harus mulai pikirkan di mana kalian akan tinggal, menyiapkan berbagai asuransi kesehatan, pendidikan, dan tabungan masa depan, hingga urusan pengeluaran tak terduga semua harus pelan-pelan dipikirkan dan dilakukan bersama. Karena jika tidak, jika kamu dan pasanganmu terbiasa hidup boros, maka masalah terbesar yang akan mampir ke hidupmu adalah masalah finansial. Sebab meski uang bukan segalanya dan materi adalah salah satu hal paling pantang untuk diributkan dalam rumah tangga, tapi semua keluarga butuh pundi-pundi rupiah yang sangat cukup untuk menyokong kebutuhan inti dalam kehidupan yaitu kesehatan, pendidikan, serta kebutuhan sandang, pangan, dan papan.
Jadi jangan sampai menikah tanpa punya tabungan atau asuransi apa pun. Setidaknya jika belum punya, kamu dan pasanganmu harus segera membuatnya sesaat setelah menikah. Karena sesedikit apa pun tabungan yang kalian punya, akan jadi sangat berarti di kemudian hari saat betul-betul dibutuhkan. Never underestimate the power of saving! Karena kita tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di beberapa waktu nanti.
Dewasa dalam berpikir dan bertindak. Poin ini sudah banyak dibahas di poin-poin sebelumnya. Namun takut kamu lupa, maka jangan pernah kisampingkan kedewasaan dalam berumahtangga namun jangan lupa untuk tetap jaga usia mudamu. Tetaplah bertingkah dan bergaya muda sesuai usiamu namun dengan cara pikir yang bisa menyesuaikan dengan keadaan. Fleksibel adalah kekuatan tiap pasangan muda. Cara pikir dan sikap yang masih berapi-api, lucu, bahkan menggemaskan, sangat bisa tetap dipertahankan sembari berubah jadi orang dewasa sejenak saat menyelesaikan sebuah masalah. Seru, kan! Bahkan kalian masih tetap akan terlihat seperti orang pacaran saat sudah menikah, lho saking mudanya. Tentu banyak orang akan iri. Kebahagiaan kalian pun bisa jadi lebih panjang karenanya.
Muda bersama, senang-senang bersama, bahagia lebih lama. Kehidupan seks pun disinyalir akan lebih seru saat seseorang menikah muda. Pasti setuju, dong akan hal ini. So, pesan Herworld hanya satu. Jangan lupa untuk mendewasakan pikiran, ya. Jangan hanya mau enaknya saja sebab sebagai suami istri kalian harus bisa bertahan sama-sama dalam kondisi sesulit apa pun. Oke! Berlogikalah yang tepat maka rumahtangga kalian akan tetap selamat.
Well, percayakah bahwa tak ada satu pasan pun pasangan di dunia ini yang cocok 100% satu sama lain? Harus percaya karena kenyataannya memang iya. Tiap individu dilahirkan, dididik, dan tumbuh di dalam keluarga yang punya latar belakang berbeda baik dari segi kelas sosial, tingkat pendidikan, budaya, hingga agamanya. Adik dan kakak yang lahir dari seorang ibu yang sama pun punya karakter yang tak sama, kepribadian sepasang saudara kembar juga seringkali justru sangat bertolak belakang. Artinya, tiap manusia memang dilahirkan berlainan. Tiap orang punya karakter khusus yang menjadikannya persona spesial di mana membedakannya dengan persona lain di dunia. Apalagi kamu dan pasanganmu. Jelas sangat kontras. Jadi jangan harap kamu dan dia akan sangat cocok luar dalam dan seutuhnya. Tidak bakalan.
Oleh sebab itu di sinilah pentingnya toleransi, empati, dan adaptasi. Jika kamu sudah merasa pasanganmu adalah orang yang tepat, maka hal utama yang harus kamu lakukan adalah memahami semua perbedaan sudut pandang dan tak menjadikannya masalah besar yang akan berimbas pada problem berlarut-larut. Ingat, belum tentu juga ia bisa menerima 100% sifatmu. BIsa jadi selama ini juga ia sudah sangat bertoleransi namun kamu tidak tahu. Jadi, kalau urusan cocok tidak cocok, tentu tidak akan ada suami istri yang cocok seutuhnya karena itu mustahil. So, stop untuk merasa tak cocok saat kalian sedang bertengkar, ya. Karena yang penting bukan klopnya kamu dengan dia atau dia dengan kamu, tapi mau atau tidaknya kalian berdua bertahan satu sama lain dan menjadikan ketidakcocokan yang ada jadi satu fondasi baru yang bisa dibangun atas dasar toleransi dan mau memahami.
Justru dengan adanya ketidakcocokan, kamu dan dia jadi bisa tahu kurang lebih diri kalian masing-masing. Apa yang kalian suka dan tak suka dan pribadi masing-masing yang kemudian bisa dibenahi sama-sama. Kenapa harus berusaha sebegitunya? KArena kalian akan berhadapan dengan urusan ini setiap hari seumur hidup. Jikakamu tak mampu toleransi, maka ya sudah. Masalah akan membulat di situ-situ saja dan kondisi rumah tanggamu tidak develop ke bentuk baru yang lebih mature.
Tak sama dengan poin di atas, dua kepala yang berbeda di sini artinya kalian tak boleh memaksakan pendapat satu sama lain saat berargumentasi. Kenapa? Karena tiap orang ingin dihargai. Dengarkan saja dulu apa yang ingin disampaikan dan sampaikanlah pendapatmu dengan alasan-alasan yang mendukung. Karena kalau berdebat terus-terusan dengan dua isi kepala yang berbeda ini, maka kalian akan berujung menyalahkan dan salah satunya nanti bakal sakit hati karena pemikirannya dianggap salah dan apa yang diketahuinya selama ini diserang secara bar-bar. Jangan begitu. Biar bagaimana pun berdebatlah dengan cerdas meski dengan pasanganmu sendiri. Karena jika kamu atau dia cerdas dalam menyampaikan pendapat, maka kesempatan untuk didengar dan diterima pendapatnya jadi jauh lebih besar ketimbang marah-marah, menyudutkan, dan nyalah-nyalahin pasangan yang hanya akan berujung 'perang' tanpa akhir. Kepalamu dan kepalanya tak akan punya isi yang sama. Jadi berkompromilah untuk tetap sejalan di atas perbedaan itu.
Nah, ini yang sulit untuk sebagian besar calon suami dan istri Asia, khususnya di Indonesia. Pernikahan bukan hanya tentang kamu dan dia tapi juga mereka. Ayah, ibu, nenek, adik, sepupu, mertua, besan, ipar, tante, tante ipar, oom mertua, dan lain sebagainya. It's all about extended family yang benar-benar extended. BESAR dan MELEBAR. Keluargamu jadi sangat sangat banyak dan kamu berdua harus bisa jadi bagian dari mereka semua. Masalahnya, kamu dan pasanganmu saja tidak 100% cocok. Apalagi kamu dan keluarga calon suamimu serta calon suamimu dan keluargamu. Ini yang seringkali jadi masalah utama dalam kehidupan berumahtanggaa di Asia. Keluarga kerap dijadikan alasan perceraian bahkan perpecahan dalam rumah.
Oleh sebab itu, jika kamu ingin menikah muda, pastikan kamu siap untuk menghadapi hal-hal semacam ini. Tak semua extended family merepotkan. Banyak sekali malah keluarga besar yang sangat membantu dan merasa amat cocok dengan calon pengantin hingga bisa dianggap anak atau keluarga sendiri melebihi anak, cucu, adik, kakak, sepupu, atau keponakannya sendiri. Namun, beberapa dari mereka banyak juga yang mengalami ketidakcocokan sehingga akhirnya jadi memecah belah hubungan antar-keluarga. Jika bisa dihindari, hindarilah hal semacam ini. Jika ada masalah, bicarakan baik-baik dengan pasangan dan carilah jalan keluarnya. Karena biar bagaimanapun, pasanganmu adalah anggota keluarganya dan kamu adalah anggota keluarganmu. Jadi, sesengit apapun masalahnya, kamu tetap harus kompromi dengan situasi. Selama masih bisa diatasi rasanya semua akan baik-baik saja. Tapi kalau sudah sulit bahkan hampir mustahil, bicarakanlah.
(Baca juga: Berniat Menikah Saat New Normal? Kamu Harus Tahu 7 Hal Ini )
Pastikan harapanmu dan suamimu akan masa depan setidaknya sama. Ini penting untuk bisa mewujudkan rumah tangga yang seiya sekata. Jangan sampai harapan kalian berdua jauh berebeda karena ini akan membuat segalanya jadi sangat timpang. Usahamu dan usahanya tak sejalan sehingga kepuasan bersama sulit tercapai saat kepuasan individu hanya bisa dirasakan seorang diri. Bangunlah harapan sama-sama dan mimpi akan hari depan yang setidaknya serupa. Agar kalian bisa berusaha bersama yang hasilnya juga bisa dinikmati dan disyukuri berdua. Kalau hanya harapan sendiri yang direalisasi dan pasangan tak bisa mengapresiasi apalagi menikmati, untuk apa hidup berdua?
Ini juga jadi salah satu syarat penting saat kamu akan menikah di usia belia. Proses adaptasi dalam berumahtangga itu tak akan pernah berhenti. Mengenal pasangan dengan segala baik buruknya akan terus kamu lakukan sampai nanti. Begitu juga pada anak. Kamu pun harus beradaptasi dan mengenal karakter anakmu terus-menerus seiring proses tumbuh kembangnya. Akan ada banyak sifat baru yang muncul dari mereka dan juga dari dirimu di usia-usia tertentu. Saat suami mengalami midlife crisis, saat anak puber, atau saat dirimu menopause, semua akan berubah secara alami. Jadi bersiaplah dengan itu semua karena jika kamu menghadapinya dengan santai, tentu segalanya akan baik-baik saja. Bukalah selalu hati dan pikiranmu untuk menerima hal-hal baru yang berhubungan dengan perubahan sikap keluarga kecilmu. Maka nantinya semua akan terasa lebih mudah.
Life span atau dalam ilmu psikologis biasa disebut dengan jenjang kehidupan, adalah sebuah stage dalam human life cycle yang tak bisa ditolak. Dari bayi lahir kemudian berubah jadi anak, lalu jadi remaja, dewasa awal, dewasa, dewasa akhir, hingga lansia, adalah jenjang hidup yang pasti dialami oleh tiap manusia tanpa terkecuali. Ini harus dipahami karena tiap jenjang punya tantangan masing-masing untuk dilalui. Ada masa kesepian yang dialami saat masuk usia lansia, ada masa kembali muda yang dirasakan saat masuk umur pertegahan 40, ada masa depresi menjelang hari tua yang diemban oleh mereka yang sudah dekat dengan angka 60, bahkan gejolak sulit meninggalkan masa muda di usia 30, bahwasanya akan dialami oleh siapa saja. Jangan takut karena ini akan menyenangkan. Jika kamu hidup berdua dengan pasanganmu nanti, buatlah kenangan sebanyak-banyaknya saat muda sehingga nanti di usia senja ada banyak cerita untuk dibagi saat hari-hari mulai terasa sepi.
Berbahagialah jika memang kamu siap menikah muda dan bisa menjahit banyak kenangan seru sama-sama. Masa tuamu akan kaya akan kisah yang bisa terus tersimpan dalam hati dan memori hingga akhir waktu. Percayalah, itu semua akan indah kalau kamu mau bertahan dan mampu memperjuangkan rumahtanggamu sampai setua itu.
Seorang Jendral besar pemimpin Perang Pasifik bernama Douglas McArthur pernah menuliskan surat untuk anaknya yang kemudian dikenal dengan sebutan 'Letter to Son'. Di situ ia menuliskan bahwa "Tuhanku, bentuklah putraku menjadi anak yang tetap punya selera humor agar ia tetap bisa bersungguh-sungguh tanpa terlampau bersungguh-sungguh". Di sini, rumah tangga pun demikian. Bangunlah rumah tanggamu dengan serius dan sungguh-sungguh namun tanpa terlampau bersungguh-sungguh.
Selipkan banyak tawa di dalamnya, selipkan banyak juga nilai dan tata krama yang bisa menjadikan putra putrimu kelak jadi anak yang baik dan berbudi luhur namun tetap lucu dan mampu menghibur orang lain, guyur dengan banyak cinta yang diimbangi dengan disiplin tinggi sehingga keluargamu bisa jadi keluarga yang siap untuk melepas anak-anakmu ke masyarakat, serta jangan lupa untuk tetap bersenang-senang bersama dengan liburan, main permainan sederhana, atau menonton serial komedia favorit bersama. Nanti, kamu akan tahu betapa bahagianya punya keluarga yang bersungguh-sungguh tanpa terlampau bersungguh-sunguh. Bisa sangat serius tapi bisa sangat ramai dalam waktu yang bersamaan.
Saat menikah, jangan kesampingkan hobimu karena ini adalah penyelamat saat kamu sedang penat. Tak bisa dipungkiri, yang namanya hidup setiap hari bersama tentu akan bosan. Tak mungkin tidak. Nah, salah satu penyelamatmu dari kebsanan itu adalah hobimu. Jika kamu senang koleksi sesuatu, lihatlah koleksimu, bersihkan, tata ulang, atau bahkan beli yang baru selama mampu agar kamu atau pasangan bisa punya aktivitas baru. Jika pasangan suka main game konsol, perbolehkanlah untuk memilikinya karena bisa jadi itu adalah cara terbaiknya untuk menikmati me time yang selama ini jarang dimiliki. Atau jika kamu atau pasangan suka kemping, naik gunung, atau pergi bersama teman-teman, perbolehkanlah. Justru ini yang akan membuatnya merindukanmu saat ia sedang sendiri. Jangan larang pasangan untuk punya hobi karena tentu kamu juga tak ingin dilarang saat kamu suka aktivitas tertentu. Sebab adanya larangan sama saja dengan pengekangan. Selama sifatnya positif dan tak merugikan siapa-siapa maka baiknya dukung saja. Bersenang-senang itu penting, lho.
Jangan takut untuk memulai segalanya dari nol saat menikah di usia yang relatif muda. Jika kamu siap untuk menikah muda, artinya kamu harus siap menerima segala perjuangan yang akan kamu lakukan bersama pasangan. Jika pasanganmu belum jadi apa-apa, maka dukung terus sampai ia berada di puncak kesuksesannya. Dampingi selalu dan jangan banyak menuntut adalah merupakan salah satu kunci utama dari hubungan yang akan bertahan lama.
Kadang, bertengkar tak selamanya buruk. Dari pertengkaran, kamu bisa ambil banyak pelajaran yang berhubungan dengan cara menahan emosi, memahami kemarahan pasangan, memelajari apa yang tidak ia sukai dari sikapmu begitu juga sebaliknya, dan yang terpenting adalah belajar bebenah diri agar pertengkaran tentang hal yang itu-itu saja tak selalu terjadi. Jadi, dalam rumah tangga pertengkaran pasti terjadi. Jangan sedikit saja bertengkar lalu kamu minta cerai. Ingat bahwa kamu masih harus bersamanya setiap hari dan sampai maut memisahkan. Petik saja inti keributan tersebut dan jadikan bahan introspeksi satu sama lain agar bisa jadi suami istri yang lebih baik di kemudian hari.
Nanti, kalau kamu sudah jadi suami dan istri, bahkan ibu dan ayah, atau bagian dari keluarga besar suamimu, jangan lupa untuk selalu memberi apresiasi akan hal-hal kecil karena ini akan sangat membesarkan hati dan membahagiakan orang-orang di sekitarmu terutama suami dan anak-anakmu. Puji mereka saat melakukan pencapaian serta hal baik apa pun. Saat suami naik gaji, naik jabatan, atau sesederhana mampu memperbaiki lampu yang rusak, mobil yang mogok, memsakkanmu sesuatu, hingga saat anak-anakmu bisa melakukan pencapaian-pencapaian tertentu, berilah apresiasi karena nantinya mereka akan sangat senang melakukan hal baik terus menerus. Di mana lagi mereka bisa dapatkan apresiasi yang tulus kalau bukan dari keluarga sendiri. Biasakanlah hal baik ini karena kamu pun nanti akan menerima apresiasi yang sama.
Nah, ini yang sering jadi masalah dan biang kericuhan suami istri. Saat masing-masing tak tahu caranya menghargai privasi. Jika kalian terbiasa mengecek handphone pasangan selama pacaran, melihat siapa yang sedang diajak chat di whatsapp, mengangkat telepon yang bukan untukmu, sampai meminta segala password media sosial sang pacar, maka hal ini adalah HAL PALING TIDAK BOLEH dilakukan saat sudah menikah karena sesungguhnya ini merupakan pelanggaran privasi paling sederhana yang mungkin jarang diketahui oleh mereka yang hobi ngecek-ngecek barang pribadi pasangannya.
Waspada memang penting, tapi mengusik privasi orang lain adalah hal yang mencermikan ketidakpercayaanmu pada pasangan terutama dalam menjalin hubunganmu sendiri. Kamu saja tidak percaya apakah hubungan yang kamu jalani aman atau tidak. Jadi untuk apa dilanjutkan? Jika memang dari awal tidak ada landasan kepercayaan, lebih baik kamu berpikir ulang untuk tetap melangsungkan pernikahan atau tidak. Namun jika kecurigaan tersebut baru muncul setelah menikah beberapa lama, lebih baik ungkapkan saja daripada harus sembunyi-sembunyi mengobrak-abrik barang pribadi milik pasangan. Jika ia berbohong atau melakukan sesuatu yang tak kamu inginkan, lama kelamaan pasti akan ketahuan tanpa harus dicari tahu. Kalau sudah begini, tinggal kamu tentukan sendiri jalan terbaiknya harus bagaimana. Karena dengan mengganggu privasi, artinya ada tindak pengekangan yang kamu atau pasanganmu lakukan secara tidak sadar dan ini sangat melanggar hak seseorang dalam berkehidupan.
Bagaimana coba rasanya dikuntit terus-terusan setiap hari kemanapun kamu pergi padahal di rumah sudah satu kasur setiap hari? Tidak enak, kan? Jadi jangan lakukan ini, ya. Sebab seperti halnya dirimu, tiap orang butuh ranah privasinya sendiri-sendiri karena di situ ia bisa merasa aman sebagai pribadinya sendiri. As her/him self tanpa campur tangan orang lain termasuk suami atau istrinya dan tiap pasangan WAJIB menghargai itu.
(Baca juga: 6 Cara Menghemat Menggelar Pesta Pernikahan Anti Mahal )
Terakhir, satu hal yang perlu kamu tahu adalah rasa cinta dan getaran rasa akan pudar seiring berjalannya waktu. Oleh sebab itu, jika pin 1 sampai 29 bisa kamu lewati dengan baik, ia adalah bekal terbaik yang akan mempersiapkanmu dan pasangan dari rasa hubungan yang hampa selama bertahun lamany. Meski rasa cinta dan getar rasa itu hilang, namun kenangan akan terus ada dan bertahan selamanya. Begitu pula rasa saling membutuhkan satu sama lain yang kemudian akan mengalahkan hilagnya cinta yang ada. Bahwa semakin bertambah usia orang akan saling membutuhkan. Orang tak lagi mementingkan getaran asmara namun kasih sayang dan kepedulian tulus yang datang dari orang yang bertahun-tahun setia disampingnya dan tahu segala naik dan turun kisah hidupnya. Saat usia senja yang manusia butuhkan hanya lawan bicara. Oleh sebab itu, panenlah kenangan saat kamu masih muda sehingga saat rasa cinta itu tiada, kamu masih bisa saling bercerita tentang masa yang sudah tertinggal di belakang sana. Mengulas memori untuk saling menemani sampai waktu kemudian habis.
Saling setialah kamu para pasangan muda yang akan menikah. Bersiaplah untuk perjalanan baru yang akan dilewati dan jangan pernah menyerah akan apa yang terjadi nanti. Jangan kuatirkan masa depan karena belum terjadi. Jangan pula kuatirkan masa lalu karena itu hanya ilusi. Berbuat sebaik-baiknyalah untuk saat ini karena ini adalah waktu paling nyata untuk dihidupi.