Life & Health

Cara Kelola Amarah Menurut Ahli Meditasi

By : Rengganis Parahita - 2020-01-13 11:10:02 Cara Kelola Amarah Menurut Ahli Meditasi

Kemarahan sering diasosiasikan sebagai sikap yang buruk sehingga banyak orang berusaha menghindarinya. Padahal rasa marah adalah emosi normal yang dialami hampir setiap individu. Namun kita kerap memendam kemarahan dengan dalih “mengontrol emosi” meski perilaku ini tidaklah sehat. Oleh sebab itu,  Bagia A. SaputraAnger & Stress Management Specialist dan Certified Meditation Facilitator di sebuah pusat meditasi, penyembuhan dan transformasi yang universal dan non-religius The Golden Space Indonesia, membagikan informasi mengenai langkah yang harus diambil untuk mentransformasi amarah jadi energi yang lebih posiif,


Mengenali Emosi

Kata “Emosi” atau emotion dalam Bahasa Inggris, merupakan serapan dari Bahasa Latin “emotere” yang berarti energy in motion. Artinya, emosi yang kita rasakan sebenarnya adalah energi yang terus bergerak di dalam diri. Fisikawan James Prescott Joule pun mencetuskan Hukum Kekekalan Energi yang berbunyi “energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan; energi hanya bisa berpindah tempat (transfer) dan berubah bentuk (transformasi).” Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa emosi marah adalah energi yang tidak bisa serta merta hilang namun dapat diubah dengan metode-metode tertentu.

Lantas, mengapa saya mengatakan bahwa mengontrol emosi tidaklah sehat? Karena saat mengontrol kemurkaan, kemungkinan besar yang kita lakukan adalah memendam kegeraman itu di dalam hati. Padahal, menurut jurnal penelitian yang diterbitkan oleh American Heart Association, rasa naik pitam yang dipendam akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dua kali lipat lebih besar. Sedangkan, penelitian dari European Society of Cardiology menyebutkan bahwa kemarahan yang sudah dipendam sejak lama hingga akhirnya meledak dapat meningkatkan risiko stroke tiga kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memendam amarah. Selain itu, jurnal yang diterbitkan oleh US National Library of Medicine memaparkan bahwa kemarahan dapat melemahkan kekebalan tubuh serta menimbulkan gangguan kecemasan dan depresi. Dengan demikian, solusi yang sehat untuk menghadapi amarah adalah dengan mentransformasi emosi dengan mengubahnya jadi energi yang lebih positif.


6 Tahapan Mengubah Amarah

Untuk memutus siklus amarah, saya akhirnya berhasil merumuskan pendekatan yang tidak konvensional yaitu Revolusi Amarah dengan formula REVOLT melalui enam tahapan sebagai berikut:


1. Relax/Relaksasi

Ketika rasa marah muncul, ambil waktu untuk rehat sejenak dan fokus ke diri kita (alih-alih menggunakan istilah time-out, kita sebut momen ini sebagai time-in yaitu waktu untuk masuk ke dalam diri). Carilah tempat yang tenang untuk memusatkan perhatian pada pernapasan dengan menutup mata dan fokus menghitung napas kita dalam 6 hitungan (tarik napas dalam 6 detik dan buang napas dalam 6 detik) selama 5 menit. Rasakan badan dan otot menjadi semakin rileks secara otomatis dan pikiran akan lebih tenang seiring dengan pengaturan napas kita.


2. Eye-dentify/Identifikasi dengan mata

Kenali rasa marah yang muncul kemudian tanyakan pada diri kita apa dan kenapa kita marah. Amati sumber kemarahan yang ada di depan mata lalu refleksikan dengan jujur apakah memang itu sumber utamanya atau sebetulnya ada akar kemarahan yang jauh lebih dalam dan lebih besar dibandingkan itu.



(Foto: Pexels.com)

3. Voice In/Ungkapkan dalam hati

Ada kalanya tidak memungkinkan untuk bicara empat mata dengan sumber amarah. Gunakan teknik visualisasi di tahap ini. Caranya tutup mata lalu bayangkan sumber kemarahan itu ada di depan kita dan ungkapkan semua emosi marah di dalam hati dengan jujur tanpa filter apapun. Jika air mata mulai menetes ketika melakukan proses ini, izinkan diri kita untuk menangis. Ini adalah saatnya kita jujur dengan perasaan kita. Menurut jurnal Emotion yang diterbitkan oleh American Psychological Association, menangis dapat membantu proses regulasi emosi.


4. Oxygenize/Tingkatkan kadar oksigen dalam diri

Lakukan teknik fast-breathing atau bernapas cepat. Hasil studi para peneliti dari Northwestern University yang diterbitkan di Journal of Neuroscience menemukan bahwa semakin cepat bernapas, maka oksigen akan lebih banyak mengalir ke otak. Hal ini akan merangsang fungsi otak bekerja lebih cepat sehingga bisa membantu kita memproses amarah lebih efisien.


Caranya tutup mata dan tarik napas yang dalam melalui hidung hingga perut mengembang, lalu buang napas dari hidung hingga perut mengempis. Perlahan-lahan tingkatkan kecepatan napas dengan tenaga yang lebih kuat dan keluarkan suara tarikan dan dengusan napas dengan nyaring. Lakukan hingga 3 siklus napas (3 kali tarik & buang napas) dalam 1 detik. Umumnya, sensasi yang muncul saat perut kembang kempis dengan cepat adalah area perut terasa memanas dan kepala terasa pusing. Hal ini normal karena oksigen akan mengalir ke otak lebih banyak dibandingkan saat bernapas normal. Untuk pemula, lakukan teknik napas ini dalam interval 20 detik selama 3 kali, diselingi 10 detik napas yang rileks.

*Note: Ibu hamil dan penderita gangguan jantung tidak disarankan untuk melakukan fast-breathing. Solusinya, bernapas dalam dengan kecepatan normal.



(Foto: Pexels.com)


5. Let It Out/Luapkan Emosi

Di tahun 1970, Dr. Arthur Yanov memperkenalkan Primal Therapy sebagai metode psikoterapi untuk mengakses dan memproses emosi yang kita sembunyikan, termasuk kemarahan. Mendiang John Lennon dan sang istri, Yoko Ono, termasuk pasien Dr. Yanov yang melakukan terapi ini. Primal Therapy mengizinkan kita berteriak dengan lantang untuk mengeluarkan segala kemarahan yang kita pendam. Kita bisa berteriak dengan lepas ke bantal (jika di rumah) atau di lapangan terbuka, ruang kedap suara (contoh: tempat karaoke), atau pusat penyembuhan yang terbuka dengan metode screaming therapy.


6. Transform/Transformasi - FACT

Forgive/Memaafkan

Ini adalah tahap dimana kita sudah siap untuk mengubah kemarahan menjadi energi positif dengan memaafkan. Memaafkan sumber kemarahan kita artinya membebaskan diri dari rasa marah yang menggerogoti dari dalam sehingga menghalangi kita untuk merasa damai dan tenang. Dengan memaafkan, kita berkesempatan untuk merasakan kebahagiaan yang utuh.


Accept/Menerima

Setelah bisa memaafkan, kita belajar untuk menerima kemarahan ini sebagai sebuah pengalaman yang mendewasakan kita, pelajaran yang mengingatkan kita untuk mencintai diri sendiri, dan menyelesaikan masalah dengan bijak.


Compassionate/Mengasihi

Kita belajar untuk mengasihi sumber kemarahan kita, karena merekalah yang justru membutuhkan kasih sayang. Bantulah mereka dengan menunjukkan bahwa cinta dan kasih sayang yang sesungguhnya itu tanpa pamrih/tanpa syarat.


Thank/Berterima kasih

Ungkapkan rasa terima kasih kita atas pelajaran yang mereka berikan sehingga kita memiliki hati yang begitu besar kekuatannya, tulus, dan penuh kasih serta memaafkan, menerima, dan menyayangi mereka apa adanya.

Setelah menyelesaikan semua tahapan ini, kita dapat mengungkapkan perasaan secara terbuka dan jujur kepada pemicu kemarahan melalui metode ekspresi yang konstruktif dengan menggunakan kata “Saya” (contoh: menggunakan kalimat “Saya merasa marah karena kamu membohongi saya”, alih-alih berkata “Kamu tukang bohong”) dan lakukan seluruh prosesnya dengan penuh cinta: cinta pada diri sendiri dan cinta pada sesama. Master your anger, master yourself!


Ditulis Oleh: Bagia A. Saputra


Life & Health