Redefining Beauty Standards

Yunita Siregar, 30, membagikan perjalanannya dalam menerima diri seutuhnya, belajar memaknai cantik dari dalam, menurut versinya sendiri.

Sejak kecil, para perempuan lebih terbiasa melihat diri mereka melalui “kacamata” orang lain. Warna kulit, bentuk tubuh, bahkan cara tersenyum, semuanya seolah-olah harus memenuhi standar tertentu yang sebenarnya tak pernah ditetapkan sendiri. Standar kecantikan ini datang secara tersirat lewat acara televisi, majalah, hingga media sosial. Namun, seiring tumbuh dewasa, mereka pun mulai merefleksikan kembali standar kecantikan yang ada. Tak terkecuali Yunita Siregar, aktris kelahiran 1994 ini pun pernah merasa terpaku pada standar kecantikan yang ada sampai dirinya merasa tidak percaya diri. Ia yang dikenal sebagai sosok yang penuh energi positif dan ceria pun membagikan kisahnya melewati fase tersebut bersama Her World Indonesia.

Yunita Siregar

Gaun & Luaran, Purana. Aksesori, Gelap Ruang Jiwa.

The Beauty Struggle

Sebelum memasuki dunia akting, aktris yang akrab disapa Nita ini menyelami kompetisi majalah semasa SMA. Menurutnya pada masa itu, bisa menjadi 20 finalis dalam ajang lomba bergengsi merupakan suatu kebanggaan besar. Meski tidak memenangkan lomba, ia berhasil menjadi salah satu finalis kompetisi yang hits ini. Setelahnya, ia yang beranjak remaja pun mulai mendapatkan tawaran modeling hingga foto advertorial.

Masa-masa modeling ini berlanjut hingga Yunita menjadi mahasiswi Universitas Indonesia (UI). Yunita sempat mengikuti audisi UI fashion week, namun dirinya belum lolos. Menariknya, momen inilah yang menjadi titik balik dari kehidupannya. Ia bertemu dengan mantan managernya dan mendapatkan tawaran casting.

Casting pertamanya pun mengantarkan dirinya ke Paris untuk shooting perdana sinetron Love in Paris. Perannya sebagai sosok antagonis bernama Aqila, membuatnya menjadi bintang di dunia seni peran dalam sekejap. Meski pengalaman debut aktingnya ini terkesan manis, Yunita mengaku ia menghadapi berbagai tantangan baru untuk bisa mengimbangi para lawan mainnya yang sudah senior. Terlebih dirinya belum pernah belajar akting, proses ini pun mengasah mentalnya selama syuting.

Yunita Siregar

Gaun & Luaran, Purana. Aksesori, Gelap Ruang Jiwa.

Ketika membahas lebih dalam terkait tantangan yang dialami pada awal karier, Yunita menyoroti masa-masa dirinya merasa tidak percaya diri saat di depan kamera. Terlebih pada masa debutnya di era 2012, standar kecantikan belum inklusif seperti saat ini. Menurut dirinya, industri hiburan dan perfilman pada masa itu lebih banyak menyoroti kulit cerah sebagai simbol kecantikan. Sementara dirinya yang memiliki warna kulit dengan rona kecokelatan alami itu dinilai bertolak belakang dari standar kecantikan yang ada.

“Ditambah lawan main saya saat itu adalah Maeeva Amin, yang berperan sebagai ibu saya, terlihat cantik sekali dengan kulit yang putih. Jadi saat scene kami berperlukan, terlihat sangat kontras. Sempat ada rasa tidak percaya diri karena lampu shooting dan styrofoam semua diarahkan ke saya. Tapi Kak Eva selalu menyemangati. Jadi saya juga merasa dapat motivasi sehingga tidak terlalu minder,” ungkapnya.

Proses menerima tampilan kulitnya yang berbeda pun tidaklah mudah. Memiliki warna kulit tan membuat ia merasa kurang cukup, seolah-olah perlu mengubah sesuatu dari diri sendiri untuk bisa merasa diterima dan menjadi bagian dari standar kecantikan yang ada. Yunita bahkan sempat melakukan berbagai cara, salah satunya dengan mencoba treatment kecantikan untuk mengubah warna kulitnya walaupun tidak ada perubahan yang signifikan. Meski membutuhkan waktu yang lama, Yunita pun perlahan belajar untuk menerima dirinya apa adanya.

Yunita Siregar

Atasan, Kate Spade. Aksesori, Gelap Ruang Jiwa.

Defining Beauty

Seiring beranjak dewasa dan berkarier, definisi cantik bagi seorang Yunita Siregar pun mengalami perubahan. Terlebih setelah melalui fase rasa percaya diri yang begitu rapuh, ia memahami bahwa makna cantik tidak bisa ditentukan hanya dari penampilan fisik semata. Perspektif ini pun muncul ketika Yunita ingin menghadapi insecurity yang dirasakan lewat pendekatan yang lebih personal dan reflektif.

“Mungkin karena saya suka baca dan cukup sering membaca buku mengenai self-help jadi saya mencoba mengubah perspektif. Bukan bertanya ‘Bagaimana agar terlihat seperti mereka?’, tapi ‘Bagaimana saya bisa jadi versi terbaik dari diri sendiri?’. Saat saya mulai berdamai dan bangga dengan apa yang saya punya, rasa percaya diri itu tumbuh,” ujarnya.

Yunita Siregar

Gaun & Luaran, Purana. Aksesori, Gelap Ruang Jiwa.

Baginya, rasa percaya diri yang dipupuk perlahan dapat memancarkan kecantikan yang sebenarnya. Definisi cantik yang semula diartikan Yunita sebagai perempuan berkulit putih, mulus, bertubuh ideal, dan wajah bersih, beralih menjadi tentang rasa nyaman dan percaya diri. Ia menekankan bahwa menjadi cantik bukanlah sekadar menjaga paras diri agar bisa diterima orang lain, melainkan bagaimana ia menghargai diri sendiri.

“Saat kita bersikap baik, tulus, dan punya semangat yang positif, kecantikan itu terpancar dengan sendirinya. Definisi cantik saya sekarang, jadi versi paling jujur dan paling damai dari diri sendiri,” tuturnya.

Yunita Siregar

Gaun & Luaran, Purana. Aksesori, Gelap Ruang Jiwa.

A Strong Mindset

Ada kalanya menerima dan mencintai diri apa adanya hanya menjadi sebatas ucapan belaka. Untuk memastikan tidak terjebak di standar kecantikan tertentu, Yunita pun menerapkan mindset bahwa ketika dirinya tidak merasa nyaman dan bangga dengan diri sendiri, orang lain pun akan sulit melihat value dirinya selain dari penampilan fisik.

Ia secara bertahap belajar bahwa cantik tidaklah memiliki satu warna tertentu. Baik itu kulit putih, tan, atau gelap, semuanya ia anggap memiliki pesona masing-masing. “Menurut saya yang penting itu bukan seberapa putih kulit kita, tapi seberapa sehat, seberapa bahagia kita, dan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Karena akhirnya, yang paling diingat orang itu bukan warna kulit kita, tapi energi yang kita bawa,” jelasnya.

Proses membangun pola pikir yang positif ini mendorong Yunita untuk fokus merawat dan menghargai apa yang dimiliki daripada membandingkan dengan orang lain. Alih-alih mengkritik diri sendiri, Yunita justru memandang tubuhnya dengan kasih sayang sehingga bisa lebih mensyukuri dan menerima dirinya.

Yunita Siregar

Gaun & Luaran, Purana. Aksesori, Gelap Ruang Jiwa.

Becoming the Best Version

Selain memupuk mindset, Yunita membagikan rutinitas self-care dirinya agar tampil lebih percaya diri dan memancarkan aura positif. Bagi Yunita, menjaga koneksi antara tubuh, pikiran, dan hati menjadi hal utama dalam proses menghargai diri sendiri. Di tengah kesibukan, ia selalu meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan me-time sederhana, namun bermakna. Mulai dari rutin merawat tubuh dengan luluran di rumah, melakukan skincare tanpa tergesa-gesa, hingga mencoba makeup baru. Rangkaian kegiatan ini dilakukan tanpa melibatkan gadget agar ia bisa memulihkan energinya secara fisik dan mental.

Tak terbatas pada kegiatan perawatan diri, ada kalanya Yunita memilih journaling untuk memetakan isi hati atau sekadar mendengarkan musik yang menenangkan. “Intinya melakukan kegiatan yang bikin saya happy. Saya percaya, ketika kita merasa tenang dan utuh dari dalam, rasa percaya diri dan kecantikan itu akan terpancar dengan alami,” cetusnya.

Proses menerima diri secara utuh menuntunnya untuk memahami bahwa kecantikan bukan soal penampilan semata, melainkan tentang bagaimana ia memandang dan menghargai dirinya sendiri. Dari sana, Yunita Siregar tumbuh menjadi sosok yang percaya diri, mengejar apa yang dicintainya dengan ambisi, dan terbuka pada setiap peluang baru yang ditawarkan dunia seni peran.





Cover Digital | © 2025 Herworld Indonesia