Power of Sisterhood

Maudy Ayunda dan Amanda Khairunnisa menceritakan kedekatan mereka sebagai kakak-adik. Dalam balutan koleksi Dior yang dibuat dalam kekuatan dan emosi untuk membentuk wanita inspiratif masa kini.
Maudy Ayunda dan Amanda Khairunnisa

(Kiri) Dioramour Rabbit Knit, Mid-Length Frilled Skirt, Puffed-Sleeve Blouse, Diorpolytechnique Belt, J’Adior Barette, J’Adior Choker, Lady Dior Heart Cannage
(Kanan) Dioramour T-Shirt, Peplum Bustier, Dioramour Mid-Length Pleated Skirt, Lady Dior Heart Cannage.

Ini kali pertama kalian bersanding sebagai cover Bagaimana rasanya?

Amanda: Ini pengalaman pertama saya. Walau kami sangat dekat tapi belum pernah ada tawaran untuk foto berdua. Mungkin karena kami sangat privat juga, jadi ini adalah hal yang sangat spesial. Rasanya lucu dan aneh tapi nyaman juga.

Selamat juga untuk Maudy atas kelulusannya dan perilisan baru berjudul Don’t Know Why.

Maudy: Thank you! Single ini sebenarnya merupakan sebuah kritik sosial juga karena selama ini dalam kasus putus cinta, perempuan selalu digambarkan sebagai passive agent. Misalnya karena selingkuh atau apa pun konfliknya. Nah, single ini menceritakan tentang perempuan yang merasa hubungannya sudah enggak berhasil, walau alasannya enggak bisa diutarakan. Tapi itu sudah cukup karena untuk bisa sampai ke tahap itu, ia sudah melewati self-reflection and awareness. It’s empowering in that sense.

Memang dalam hidup kita harus reflect and review. Apakah Maudy melakukan ini juga?

Maudy: Iya. Saya justru me-review diri sendiri dari orang-orang di sekitar. Misalnya dari Amanda yang jadi rekan refleksi saya. She keeps me accountable. Ia selalu bertanya, “Apakah saya bahagia? Apakah saya masih menikmati hal ini?”. Jadi kalau ada suatu hal yang bikin saya bimbang, dia yang akan mengingatkan saya bahwa masih ada opsi-opsi yang bisa ditempuh. Karena kadang kita enggak merasa ada pilihan dalam hidup, padahal sebenarnya ada.


Amanda Khairunnisa

D-Royaume D’Amour Denim Jacket, D Chess Heart Knit Shorts, Book Tote Mini D Chess Heart, J’Adior Barette.

Amanda menyertakan “mental health activist” dalam bio Instagram. Anda juga lulusan King’s College, London, dengan jurusan Digital Culture. Apa benang merahnya?

Amanda: Tentu ada. Digital culture sendiri kan membahas soal bagaimana dampak internet terhadap masyarakat. Di sana, saya belajar bagaimana internet juga berdampak pada mental health kita. Waktu kuliah, di situlah saya mulai belajar arti dari seorang mental health activist. Saya sendiri sempat didiagnosa memiliki general anxiety disorder dan sepertinya ada miskonsepsi bahwa orang ekstrover pasti punya mental health yang bagus. Nah, saya ingin menjelaskan bahwa walau kita punya masalah dengan mental health, bukan berarti kita gila. Bagi orang yang enggak didiagnosa dengan mental illness pun, mental health tetap sama pentingnya. Sebut saja seperti stres. Saya ingin anak-anak muda di Indonesia bisa memahami bahwa it’s okay, nothing’s wrong with you. Sometimes it’s about taking care of yourself.


     it’s okay, nothing’s wrong with you. Sometimes it’s about taking care of yourself.        – Amanda

Sebagai seorang aktivis kesehatan mental, apa yang sudah Amanda lakukan?

Amanda: Saya tergabung dalam banyak platform. Biasanya lebih sering bicara tentang bagaimana perhatian masyarakat dengan mental health dan bagaimana kita bisa meningkatkan mental juga. Selain itu, sering juga membahas bagaimana Instagram bisa berdampak pada kesehatan mental.

Lalu apakah Maudy merasakannya juga, khususnya saat di awal pandemi.

Maudy: Saya merasa-kannya justru saat sepulangnya ke Jakarta. Mungkin karena saat di luar, saya masih sekolah, masih ada kegiatan rutin yang bisa dilakukan. Ketika pulang ke Jakarta, energi yang dimiliki lagi banyak tapi malah hanya bisa di rumah. Ini yang akhirnya bikin saya drop. Mungkin ini juga yang dialami anak-anak muda karena perkembangan kita sedang dinamis, banyak hal baru yang ingin dicoba tapi harus mengurung diri di rumah. Pastinya itu akan menciptakan banyak kekhawatiran dan tekanan.

Saat stres, Maudy sering cerita juga ke Amanda?

Amanda: Iya. Saya rasa penting banget saat seseorang sedang struggling akan sesuatu, kita harus bisa memvalidasi perasaannya. Jangan malah bilang, “Jangan begitu, semua akan baik-baik saja.”

Ini namanya toxic positivity. Yang kita perlu lakukan adalah validasi perasaannya, dengarkan mereka, lalu cari hal nyata yang bisa dilakukan untuk membantu mereka merasa lebih baik. Lucunya, bicara soal hal nyata itu sebenarnya Kakak yang ajarkan ke saya.

Maudy: Hal nyata atau concrete plans itu penting karena biasanya saat kita stres atau down justru diakibatkan dari perasaan kehilangan kontrol, kan. Kita akhirnya merasa marah. Jadi salah satu hal yang dilakukan adalah sesimpel bikin action plan. Misalnya saat saya stres, yang bisa dilakukan adalah nyetir di sekitaran Jakarta.

Maudy Ayunda dan Amanda Khairunnisa

(Kiri) DIORAMOUR Heart Knitwear, J’Adior Barette, Dioramour Lady Dior phone Holder.
(Kanan) D-Royaume D’Amour Knitwear, Dioramour Miniskirt Heart-Shaped, Dior Tribales Earrings, Lady D Lite D-Royaume D’Amour.

Oke, menarik sekali idenya. Tapi yang bikin penasaran, seperti apa sih masa kecil kalian?

Amanda: Mungkin banyak yang bilang bahwa orang tua kami sangat keras soal edukasi. Padahal itu enggak sepenuhnya benar. Pasti semua orang tua peduli dengan edukasi tapi mereka sebenarnya cukup santai. We just really, really like school… hahaha.

Jadi, apa yang memotivasi kalian dalam hal edukasi?

Maudy: Anehnya, orang tua kami cukup santai. Mereka enggak pernah memaksakan nilai bagus. Enggak ada insentif dan enggak ada hukuman juga. Menurut saya, hal itu justru baik karena akhirnya performa kami di sekolah jadi tanggung jawab kami sendiri. We have ownership, when it comes to school. Dan, karena itu adalah tanggung jawab yang harus dipikul sendiri, kami mau jadi yang terbaik.


     Anak muda bisa memilih karier mereka sendiri dan berhasil di berbagai bidang. We can be more than one thing.        – Maudy

Orang tua pernah memberikan contoh? Mungkin dengan pekerjaannya?

Maudy: Mama punya etos kerja yang bagus banget. Dulu kami sering diajak beliau kerja. Karena beliau seorang entrepreneur jadi semuanya harus dilakukan sendiri. Biasanya seusai jemput kami dari sekolah, kami sering menemani Mama lihat-lihat bahan atau kegiatan lainnya. Jadi kami benar-benar menyaksikan bagaimana etos kerja baik bisa membawa kita di masa depan. Whether you make it or not, it’s on you. Mungkin ini juga yang bikin kami merasa harus bekerja untuk mendapatkan yang diinginkan.

Maudy Ayunda

D-Royaume D’Amour Stripes Knitwear,D Chess Heart Skirt, tas Dior Caro Ultra Glossy, CD Navy Choker, Dior Tribales Earrings.

Kalian sepertinya sudah tahu apa yang ingin dituju. What’s your endgame?

Amanda: Dari sisi profesional, saya ingin bisa menggunakan data di Indonesia untuk meningkatkan kehidupan masyarakat. Tapi dari pandangan personal, saya ingin menciptakan dampak sosial. Mungkin data ini yang akan menjadi jalan keluarnya.

Maudy: Berdasarkan pengalaman, endgame selalu berevoluasi. Jadi agak susah untuk bilang endgame adalah satu hal tertentu. Tapi yang jelas saya ingin tetap berada di entertainment, edukasi, dan menjadi sosok aspirasional. Selain itu, sama seperti Amanda, saya ingin bisa menciptakan social impact di masyarakat. Saya percaya bahwa anak-anak muda bisa memilih karier mereka sendiri dan berhasil di berbagai bidang. We can be more than one thing.

Maudy Ayunda dan Amanda Khairunnisa

(Atas) DIORAMOUR D Chess Heart Homewear,30 Montaigne Necklace, Dior Tribales Earrings, Dior ID Sneakers.
(Bawah) Dioramour Short-Sleeved Jacket, Boyfriend jeans, Dior(r)evolution Necklace, Dior Tribales Earrings, Petite CD Bracelet, J’adior Pump, Dior Caro Heart pouch.

Terakhir, seperti apa rasa cinta kalian sebagai adik-kakak?

Maudy: Amanda adalah orang paling generous yang saya kenal. Saya enggak pernah merasa bisa sepercaya atau senyaman ini dengan orang karena ia bisa menerima saya apa adanya, tanpa penghakiman. Ini skill yang sangat susah.

Amanda: Kakak adalah salah satu orang terkuat dan autentik yang saya kenal. Kakak sangat menginspirasi saya. Mungkin kalau kita bukan saudara kandung, saya pasti jadi penggemar dia. Banyak banget hal yang bisa saya contoh dari Kakak.

(Tulisan ini adalah hasil obrolan Iwet Ramadhan -kontributor- dalam sesi "A Chat With" yang telah tayang di channel Youtube Her World Indonesia.)





Cover Digital | © 2021 Herworld Indonesia