Dreams Come True

Memasuki bulan penuh cinta, Raisa akhirnya bagikan mimpi terbesarnya yang diwujudkan dalam sebuah konser serta proses persiapan yang sudah lama dinantikan.
Raisa Mengenakan busana dari Louis Vuitton

Cape detail monogram, Louis Vuitton.

Welcome back, Raisa! Bertemu lagi di awal tahun 2023. Ada cerita baru apa yang mau dibagikan ke pembaca Her World Indonesia?

Senang banget bisa kembali ke studio Her World Indonesia, apalagi sambil bawa cerita baru di mana saya akhirnya bisa mewujudkan milestone terbesar dalam karier, yaitu mengadakan konser tunggal “Raisa Live in Concert” di Stadiun Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan pada 25 Februari 2023. Ini juga sebenarnya rencana yang sempat tertunda karena awalnya ingin diadakan pada tahun 2020.

Memang terkadang ada hal yang tidak berjalan sesuai rencana, ya. Sempat merasa kecewa?

Tentunya saya dan tim merasa sangat kecewa dan down. Waktunya sudah terasa sangat dekat, sponsor sudah terkumpul, dan banyak hal yang sudah dipersiapkan untuk konser kala itu. Bahkan sebagian besar tiket sudah terjual. Akhirnya kami harus meminta maaf dan membuat banyak pihak kecewa. Itu semua terjadi di luar kendali kami. Namun setelah dipikir sekarang, saya mulai bisa mensyukuri hal itu. Ada blessing in disguise yang terjadi. Saya bisa mengeluarkan album baru, It’s personal, tahun itu. Nah, kalau konser tetap terjadi pada 2020, tentunya saya enggak bisa membawakan lagu-lagu baru itu dan set list saya juga pasti akan jauh berbeda. Kedua, saya juga berusaha untuk mengikhlaskan apa yang sudah terjadi. Tanpa ikhlas, kita enggak akan bisa berpikir ke depan.

     Konser ini seolah bisa memecahkan rasa takut saya dan membantu untuk membangun mimpi yang baru.       

Well, that’s what we love about you. Raisa punya mindset yang sangat positif. Bagaimana cara Raisa saat itu untuk bisa ikhlas?

Saya berusaha menanamkan pikiran yang positif pada diri sendiri. Ketika banyak orang yang bilang, “Wah konsernya di-cancel”. Saya berusaha manifesting, “Enggak, kok, konsernya di-pending, bukan batal, nanti akan ada lagi”. Energi kreatif juga saya salurkan ke hal lain, yaitu dengan bikin album baru. Salah satu yang bikin saya jadi kembali semangat adalah dukungan para pendengar. Misalnya, setiap saya pergi dan bertemu mereka, pasti ada yang bilang, “Ka Yaya, GBK jadi, dong” atau “Ka Yaya, waktu itu aku sudah beli tiket, lho, semoga nanti jadi. Semangat terus!”. Nah, ucapan-ucapan itu jadi motivasi bagi saya. Bahwa konser ini bukan sekadar ambisi pribadi, tapi memang jadi sesuatu yang dinantikan juga oleh banyak orang. Inilah yang menjadi api semangat bagi saya dan tim untuk merealisasikannya.

Konser ini kan jadi salah satu mimpi baru bagi Raisa. Sebenarnya, mimpi Anda waktu kecil seperti apa?

Banyak banget. Saya ingin jadi detektif, biologis, ilmuwan, karena saya suka binatang dan memang nilai biologi saya selalu bagus.

Raisa Mengenakan busana dari Weekend Max Mara

Coat, kemeja, celana motif, Weekend Max Mara.

Raisa juga sering membahas tentang mental health dan self-love. Bagaimana cara Raisa membangun rasa cinta pada diri sendiri?

Sebenarnya dengan memperbanyak komunikasi dengan diri sendiri. Mungkin awalnya yang paling terasa adalah saat masuk industri musik, di mana saya harus mengikuti banyak keinginan orang. Padahal tidak semua kemauan dan ekspektasi orang bisa diikuti. Akhirnya muncul isu body-shaming dan banyak lainnya. Di situlah saya merasa bahwa validasi dari luar itu enggak bisa dikejar. Dengan menunggu dan berharap semua orang bisa menyukai kita, imbasnya kita jadi enggak punya arah. Sejak itu, saya membiasakan untuk selalu bertanya ke diri sendiri, apakah asumsi orang itu benar atau tidak. Jika tidak, biarkan saja. Untuk sampai ke tahap ini juga tidak mudah, karena harus melewati proses hidup yang panjang. Intinya, tetap improve diri sendiri.

Tapi, apa bagian yang paling sulit untuk di-overcome oleh Raisa?

Pasti ada, setiap harinya pun berbeda. Misalnya di keseharian, ada yang membandingkan lagu baru dengan lagu lama favoritnya. Dibilang, “Enggak seenak lagu ini, lagu itu”. Sedangkan, kita membuat karya menggunakan hati. Tapi saya berpikir lagi, itu selera orang, kita enggak bisa kontrol itu. Omongan negatif dari luar tetap terasa sakit jika terdengar, tapi yang membedakan Raisa dulu dan sekarang, mungkin rasa sakitnya itu lebih cepat bisa diproses.

     Menurunkan idealisme akan me-time itu penting karena ekspektasi harus di-manage.       

Dari sekian banyak proses yang Raisa hadapi, apa yang paling membekas?

Ada banyak, tapi menjadi ibu adalah proses yang paling menantang dan mengubah hidup saya. Ungkapan “my job is my free time” bisa dibilang benar adanya karena sebagai ibu, rasanya hampir tidak ada istirahat. Misalnya kita liburan, sebenarnya itu hanya “memindahkan kerjaan” ke tempat lain, jadi tetap mengurus anak tapi di tempat yang lebih bagus. Kalau menunggu kapan bisa me-time yang sempurna, rasanya sulit. Sebaliknya, saya justru bersyukur dan menganggap semua hal-hal kecil yang bisa dilakukan sendiri itu sebagai me-time. Ekspektasi harus di-manage.

Bagaimana cara Raisa bisa mengatur ekspektasi?

Dengan realita saja. Orang yang paling bisa mengatur ekspektasinya adalah orang yang paling bahagia di dunia. Karena intinya, kita bisa bahagia dengan apa pun yang kita punya. Namun kenyataannya, yang sering bikin kita jadi tidak mudah puas, karena ada ekspektasi yang berlebih.

Raisa Mengenakan busana dari Weekend Max Mara

Kemeja, rok, scarf, Weekend Max Mara. Tas, Tumi.

Tapi bukankah ekspektasi justru bisa memotivasi kita?

Saya membedakannya antara ekspektasi dan mimpi atau pencapaian. Jadi kalau saya ingin liburan ke tempat baru atau bikin konser di tahun ini. Itu semua adalah pencapaian yang ingin saya raih. Tapi bukan berarti kalau itu semua tidak terwujud, saya jadi tidak bahagia. It won’t define my happiness.

Lalu, bicara soal konser. Apakah semua persiapan sudah sesuai dengan ekspektasi Raisa?

Happy banget. Semua tim riweuh dengan keahliannya masing-masing.

Soal kehidupan di luar konser dan karier, apakah ada yang tidak sesuai ekspektasi dari Raisa sampai ingin marah?

Kalau marah susah sih, karena saya orangnya mudah merasa tidak enak dan suka memendam. Justru ini yang jadi bahan pertengkaran. Bisa dibilang emosi saya lebih mudah keluar lewat tangisan. Sebenarnya mengeluarkan emosi dengan baik adalah hal penting. Ini juga yang sedang saya improve dari diri sendiri.

Raisa Mengenakan busana, dan tas dari Weekend Max Mara

Kemeja dan Tas, Weekend Max Mara.

Mana yang paling penting: perasaan orang lain atau diri sendiri?

Hmm… susah, ya. Tapi kalau dalam situasi konfrontasi, saya lebih mengutamakan perasaan orang lain. Batas toleransi saya juga tergolong tinggi karena saya orangnya mudah pasrah hahaha. Untungnya ada orang orang di sekitar saya yang menjaga layaknya tameng pelindung, ya.

Terakhir, ada pesan untuk teman-teman dan orang di sekitar Raisa yang sudah siap siaga menjadi pelindung?

Terima kasih sudah menjaga saya dari berbagai tantangan kehidupan, bisa mengerti diri saya. Saya sangat bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang paham betul caranya melindungi dan menyemangati saya.






Cover Digital | © 2023 Herworld Indonesia