Life & health

Metabolisme Membaik, Berat Badan Turun Berkat Bariatrik

By : Kiki Riama Priskila - 2024-02-07 14:00:02 Metabolisme Membaik, Berat Badan Turun Berkat Bariatrik

Punya bentuk tubuh idaman pasti jadi impian banyak orang. Bukan hanya karena sekadar fisik, nyatanya berat badan yang tergolong dalam kategori obesitas rentan akan penyakit penyerta seperti diabetes, gangguan jantung, hingga stroke. Namun tak sedikit yang merasa kesulitan saat harus berdiet ketat atau olahraga dengan keras, apalagi jika jadwal sehari-hari yang sudah cukup padat. Maka, saat salah satu penyanyi kenamaan Indonesia menceritakan weight-loss journey-nya usai melakukan tindakan bedah bariatrik, tak sedikit orang yang penasaran.


Ingin membahas lebih dalam tentang teknik satu ini, Her World Indonesia berkesempatan untuk mewawancara beberapa dokter yang berpraktik di Mayapada Hospital Jakarta Selatan (Lebak Bulus), Kuningan Rasuna Said, Bandung, dan Surabaya yang sudah cukup sering melakukan tindakan bariatrik.


Metode Bariatrik

Pembedahan bariatrik merupakan tindakan operasi untuk mengatasi obesitas dan memperbaiki komorbid atau penyakit penyerta dengan mengubah struktur saluran cerna. Perubahan ini yang nantinya akan membantu membatasi konsumsi jumlah makanan sekaligus memengaruhi nafsu makan. Menurut Dr. dr. Reno Rudiman MSc, SpB-SubSp BD(K), FICS, FCSI dari Mayapada Hospital Bandung, “Bedah bariatrik ini merupakan teknik pembedahan untuk mengatasi obesitas dengan segala permasalahannya. Ada beberapa pilihan prosedur yang bisa dilakukan, di mana yang paling populer adalah pemotongan bagian lambung. Dengan kapasitas lambung untuk menerima makanan yang lebih sedikit sehingga harapannya berat badan pasien bisa turun."


Ada banyak komorbid yang bisa terjadi akibat obesitas. “Beberapa di antaranya sering sakit kepala, hipertensi, diabetes mellitus atau kencing manis, batu empedu, mengorok hebat, gangguan jantung, napas sesak, varises, ketidaksuburan, radang sendi pada lutut, hingga hormonal imbalance,” jelas DR. dr. Errawan Wiradisuria, SpB., Subsp.BD(K), M.Kes dari Mayapada Hospital Jakarta.


Pembedahan ini umumnya bisa dilakukan oleh orang berusia 15-70 tahun. Namun, ada beberapa indikasi yang harus diikuti untuk menentukan apakah seseorang bisa mengikuti tindakan bariatrik atau tidak. Indikasi utamanya dilihat dari Indeks Massa Tubuh atau dikenal juga dengan Body Mass Index (BMI). “Bariatrik hanya bisa diikuti oleh mereka yang BMI-nya di atas 35. Tapi bisa juga dilakukan oleh mereka dengan BMI 30 yang memiliki komorbid. Bagi mereka yang punya riwayat kencing manis atau diabetes selama 10 tahun dan tidak berhasil dengan obat, tindakan bariatrik tetap bisa dilakukan pada BMI 27,5,” lanjut dr. Errawan.


Pada praktiknya, pembedahan bariatrik menggunakan teknik laparoskopi di mana hanya menimbulkan sayatan kecil selebar 12 mm, 11 mm, dan 5 mm. Metode bariatrik sendiri ada beberapa jenis, namun metode paling populer saat ini adalah Sleeve Gastrectomy karena dianggap paling cepat, sederhana, dan relatif aman. Menurut dr. Errawan, metode ini dilakukan dengan membuang sekitar 65-70% bagian lambung sehingga daya tampung lambung berkurang secara signifikan sehingga pasien jadi lebih cepat kenyang.


Sementara itu, ada beberapa indikasi yang justru menandakan bahwa seseorang tidak disarankan untuk mengikuti bedah bariatrik, umumnya seperti pasien yang punya riwayat kanker, jantung berat, stroke, post-kateterisasi, bipolar berat atau pasien dengan status fungsional kurang baik karena dianggap unfit untuk proses operasi.


Sebelum tindakan medis dilakukan, ada beberapa prosedur yang perlu dilewati. Jika kriteria pasien sudah sesuai dengan indikasi, akan dilanjutkan dengan medical check-up seperti tes darah dan rekam jantung. Dibutuhkan juga adanya tes endoskopi untuk melihat kondisi saluran cerna bagian atas. Hal ini ditujukan untuk menentukan tipe pembedahan bariatrik seperti apa yang akan dijalankan. Tindakan USG pun akan dilakukan untuk melihat apakah ada batu empedu atau tidak. Jika memang ada, dokter akan menyarankan untuk pengangkatan kantung empedu dalam waktu yang sama.


Pasien juga akan diminta untuk diet cair rendah kalori-lemak dan tinggi protein selama 1-2 minggu sebelum operasi demi menurunkan berat badan, mengempiskan usus, dan mengurangi fatty liver sehingga mempermudah proses pembedahan. “Contohnya seperti susu kedelai, air kaldu, dan sari buah. Dalam sehari bisa konsumsi sebanyak 8-10 kali,” jelas dr. Errawan. Selain dokter bedah, pasien akan berkonsultasi dengan ahli gizi yang akan membantu proses perubahan pola makan. Bagi pasien yang merokok, diharapkan bisa berhenti merokok selama dua minggu sebelum tindakan. Durasi bedah bariatrik sendiri berlangsung selama dua-lima jam tergantung dari jenis tindakannya.


Ketahui Larangan dan Anjurannya


(Hal-hal yang wajib diketahui sebelum melakukan tindakan bariatrik. Foto: Dok. Pexels/Annushka Ahuja)


Nyatanya, recovery usai pembedahan bariatrik tidak membutuhkan waktu lama. Hal ini disebabkan karena tindakan ini merupakan salah satu tindakan bedah laparoskopi yang minim sayatan. “Sayatan-sayatan kecil ini mengakibatkan trauma yang minimal sehingga proses pemulihan hanya memerlukan waktu singkat,” jelas dr. Reno Rudiman MSc, SpB-SubSp BD(K), FICS, FCSI dari Mayapada Hospital Bandung. Ia juga menjelaskan pada hari pertama pascaoperasi, pasien diharapkan sudah bisa berjalan.


Mobilisasi pasien yang aktif memegang peranan penting dalam kecepatan proses pemulihan sehingga ini jadi kunci yang wajib dilakukan menurut dr. Reno. “Dianjurkan untuk olahraga teratur demi membakar lemak yang masih ada dalam tubuh,” ungkapnya. Olahraga yang disarankan bersifat aerobik seperti jalan cepat. Selain itu, ia juga menyarankan untuk menghindari minum menggunakan sedotan karena volume cairannya tidak terukur dibanding saat meneguk langsung sehingga dikhawatirkan cairan tersebut akan masuk terlalu banyak untuk porsi lambung yang sudah mengecil.


Dari segi makanan, dr. Anita Hartono, Sp.B., Subsp.BD(K) dari Mayapada Hospital Surabaya mengungkapkan, “Pasien perlu mengikuti arahan makan yang sesuai dari ahli gizi, cairan yang dikonsumsi juga harus cukup, karena pasien hanya bisa mengonsumsi makanan dalam porsi kecil. Jadi harus makan lebih sering. Multivitamin juga harus dikonsumsi sesuai aturan. Hindari makanan pedas, asam, dan bergula serta hindari juga minuman bersoda, alkohol, dan rokok”. Ia juga menambahkan bahwa makanan yang dianjurkan adalah jenis protein seperti telur, dada ayam, dan ikan.


Tindakan ini sudah bisa dilakukan di rumah sakit di Indonesia dengan dukungan tenaga medis yang ahli. Jadi, tak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk bisa mencobanya. Jika Anda memang memenuhi kriteria dan ingin mencoba langsung, pilih dokter dan rumah sakit terpercaya. Mayapada Healthcare Group terus memberikan patient journey yang semakin baik, aman, dan berstandar internasional selaras dengan akreditasi internasional JCI yang dimiliki unit Mayapada Hospital Jakarta Selatan.


Testimoni Pasien

"Saya ada keturunan gemuk dari orang tua. Ibu saya punya darah tinggi dan bapak saya mengidap diabetes dan penyakit ginjal karena obesitas. Dari awal, saya sudah chubby namun saya terus menjaga kondisi badan dengan olahraga, diet keto, dan yoga. Meski begitu, tidak ada hasil yang signifikan dan puncaknya ketika saya hamil pada tahun 2014, berat badan saya stuck di 75kg dengan tinggi badan hanya 150cm. 


Dengan berat badan tersebut banyak efek yang terjadi, kaki saya sering pegal, lutut saya sakit, dan mens saya tidak teratur. Tahun 2018, saya bertanya ke customer service di Mayapada Hospital Jakarta Selatan tentang operasi potong lampung. Ternyata ada dan dilakukan langsung oleh dr. Errawan. 


Saat praktik, dr. Errawan on time sekali. Ketika berhasil konsultasi, tidak langsung approve untuk bariatrik. Saya diminta untuk olahraga dulu, check-up ke lab, sampai ke psikiater. Prosesnya berlangsung sekitar dua bulan sampai akhirnya beliau approve untuk melakukan bariatrik terhadap saya. Selesai operasi, saya masuk ICU selama dua hari. Pada hari keempat, saya boleh pulang. dr. Errawan hebat sekali, saya tidak merasakan sakit atau apapun, sehingga setelah operasi saya bisa langsung bekerja. 


Usai menempuh proses bariatrik pada tahun 2018 sampai 2023, awal berat badan saya mencapai 78kg. Sekarang berat saya stabil di 45-47kg. Saya sehat dan tidak merasakan lagi keluhan seperti kaki pegal, lutut sakit, dan mens yang tidak teratur.


Pesan penting yang ingin saya sampaikan adalah jangan sembarangan memilih dokter untuk operasi bariatrik hanya karena harga murah, karena kesehatan bukan untuk coba-coba. Pilih dokter yang benar benar teruji kualitas dan jam terbangnya, serta terbukti hasilnya. Operasi ini adalah solusi terbaik yang sangat bagus untuk memutus mata rantai kesehatan yang tidak baik dengan menjaga pola makan dan hidup sehat setelah operasi." -  Asyifa Tajoedin, 40, Jakarta Selatan


Mitos atau Fakta

(Fakta dan mitos tindakan bariatrik. Foto: Dok. Pexels.com/Puwadon Sang-ngern)


Bedah bariatrik adalah solusi penurunan berat badan yang cepat.

Fakta: Berat badan akan menurun cepat, utamanya dalam satu-tiga bulan pertama. Tapi dalam bulan keempat dan kelima dapat terjadi kenaikan berat badan jika pola diet dan aktivitas fisiknya tidak baik.


Berbahaya dan berisiko tinggi.

Mitos: Semua tindakan medis tentu ada risiko, namun tingkat komplikasi di tindakan ini tidak lebih besar dibanding tingkat komplikasi pada tindakan saluran pencernaan lainnya, seperti pengangkatan kantung empedu.


Hanya bersifat kosmetik karena untuk melangsingkan badan.

Mitos: Pembedahan bariatrik bukan pembedahan kosmetik. Tujuan pembedahan bariatrik adalah untuk memperbaiki metabolisme pasien sehingga keluhan yang berhubungan dengan obesitas bisa hilang. Penurunan berat adalah bonus.


Usai pembedahan bariatrik, bisa langsung makan apa saja tanpa khawatir menggendut.

Mitos: Usai tindakan, makanan dan minuman jadi lebih selektif. Pasien disarankan untuk mengonsumsi whole meal karena porsi lambung yang mengecil sehingga kualitas makanan yang masuk ke tubuh harus benar-benar dijaga. Jika makanan tidak dijaga, ada kemungkinan lambung akan kembali membesar sekitar 30%.


Bariatrik bisa menyebabkan malnutrisi.

Fakta: Malnutrisi bisa terjadi jika pola makan dan asupan vitaminnya tidak sesuai anjuran.


Tindakan dan perawatannya mahal.

Mitos: Jika dibandingkan dengan pengobatan diet mungkin terasa lebih mahal, tapi biaya bariatrik hampir sama dengan tindakan medis lainnya yang ditujukan untuk mengatasi masalah metabolisme. Perawatan pun sangat minimal karena hanya memerlukan waktu yang singkat.


Hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang obesitas.

Fakta: Sesuai dengan indikasi yang ada, hanya boleh dilakukan oleh orang-orang dengan indeks masa tubuh di atas 32,5 atau 27,5 dengan adanya penyakit penyerta.


Menimbulkan rasa sakit yang berlebihan

Mitos: Pembedahan bariatrik merupakan salah satu tindakan laroskopi sehingga rasa nyeri yang muncul sangat minimal serta tidak ada rasa nyeri dalam jangka panjang.


Life & health