Life & health

Review Film: Mile 22

By : Rahman Indra - 2018-08-21 15:30:00


Dengan Iko Uwais sebagai leading role kedua, setelah Mark Wahlberg (Ted, Transformer), film Mile 22 memberi kesan sentimental tersendiri bagi publik Indonesia. 

Pasalnya, inilah gebrakan pertama aktor Indonesia yang didapuk masuk dalam jajaran peran utama, di film setingkat Hollywood, dan beradu akting langsung dengan Mark Wahlberg. 

Ini juga jadi lompatan besar bagi Iko yang mengawali perjalanan filmnya di Merantau (2009), dan The Raid (2011), lalu membintangi beberapa proyek film berskala internasional, seperti Man of Taichi (2013), Star Wars: The Force Awakens (2015) dan Beyond Skyline (2017). 

Tentang filmnya sendiri? Iko bermain dengan sangat asik dan 'membanggakan'. Tak hanya lewat aksi bela dirinya yang patut jadi acuan jempol, tapi juga dari aktingnya yang tak begitu buruk, dan sekaligus membantah anggapan Iko terkendala dari segi bahasa dan akting. 

(Baca juga: Review Film: Mission: Impossible -Fallout) 


(Lauren Cohan dalam salah satu adegan di Mile 22. Foto: Dok/STXFilms)

Alur cerita

Film Mile 22 sendiri bercerita tentang seorang agen CIA, James Silva (Wahlberg), dan rekannya Alice (Lauren Cohan), yang ditugaskan untuk mengantarkan informan penting atau 'aset' sejauh 22 mil dari kantor kedutaan menuju titik keberangkatan pesawat untuk suaka/perlindungan. Aset itu tak lain adalah Li Noor (Uwais). 

Namun sebelum masuk ke dalam inti cerita itu, Peter Berg sebagai sutradara mengenalkan penonton pada karakter James Silva, dari mulai latar belakangnya yang sulit, lahir dengan kemampuan khusus, serta menjadi agen CIA yang paling berharga. Lalu, ada Alice, rekannya yang juga tak kalah cekatan dengan persoalan keluarga yang rumit. 

Keduanya terlibat dalam satu kasus yang menewaskan salah satu anggota intelijen Rusia yang di sepanjang film akan menjadi kunci dari segala aksi baku hantam. 

Di sela-sela penyelesaian kasus ini, informan Alice, bernama Li Noor muncul dengan cakram bersandi yang akan ia buka kalau ia dihantarkan atau mendapat suaka ke Amerika Serikat. Li Noor berada di negara bernama Indocarr, salah satu negara antah berantah di Asia Tenggara. 

Sebagai informan dan aset berharga, nyawa Li Noor dalam pertaruhan. Sejumlah teroris, dan siapapun itu mengincarnya. Maka, perjalanan mengantarkan dia menuju pesawat menjadi tak mudah. 

Ada baku hantam di jalanan penuh kendaraan, ledakan bom di sana-sini, saling tikam di apartemen hingga satu persatu tumbang. Di sini, Li Noor menunjukkan kalau ia, seperti halnya James Silva, juga tak kalah heroik. 

(Baca juga: Review Film: The Meg)

Aksi Iko Uwais 

Diputar perdana terbatas di Plasa Senayan, Jakarta, Senin (20/8), film ini diawali dengan sejumlah testimoni dari aktor Mark Wahlberg, Lauren Cohan, dan sutradara Peter Berg. 

Wahlberg menyebut, "Iko Uwais adalah bintang action di film the Raid dan dia menciptakan koreografi sendiri. Buat saya, dia adalah bintang besar."

"Iko bagi asaya adalah generasi berikutnya dari Jackie Chan," tambah Luren Cohan. 


(Iko Uwais dalam salah satu adegan di Mile 22. Foto: Dok/STXFilms)

Sementara, Peter Berg menuturkan ia sudah 'jatuh cinta' dengan Iko sejak di film The Raid. Makanya pada 2015, ia sudah masuk dalam jajaran nama cast disamping Ronda Rousey untuk Mile 22. Proyek ini sempat tertahan dua tahun, hingga akhir 2017, proyek ini kembali digarap setelah Mark Wahlberg turut serta bermain sebagai aktor, dan juga produser. 

STX Films sebagai rumah produksi pun melanjutkan proyek film ini dan menjadikan Iko sebagai sorot utamanya. Ia adalah 'aset' yang menuntun koroeografi aksi baku hantam, turut bearksi, dan juga berakting di dalamnya. 


Drama menegangkan

Menyaksikan Iko bagaimanapun akan kembali flashback pada aksi mengesankannya di The Raid. Dan jika dibandingkan, urutannya bisa jadi kurang lebih sama, tapi secara keseluruhan mengutip Yayan Ruhiyan, Mile 22 agak 'kurang greget'. 

Iko memang menunjukkan variasi aksi yang asik, dari mulai baku hantam jarak dekat, merobohkan lawan dengan tangan kosong, menggunakan pisau atau senjata tajam, hingga senjata api. 

Setidaknya ada dua momen utama aksi Iko yang bakal membuat nafas tertahan saking menegangkannya. Dan konon, salah satu aksi ini memang sudah diset sedemikian rupa oleh Peter Berg, yang terinspirasi dari aksi Viggo Mortensen di Eastern Promises (2007). Penonton tak akan ingin beranjak pas di adegan ini. 

Namun, ada yang kurang, seolah tertahan. Terutama dari latar belakang Li Noor yang terasa kurang, dan beberapa adegan cepat ketika komunikasi samar antara pihak AS, Rusia, dan CIA. 

Hal ini menjadi misteri yang bisa jadi disengaja, karena kemudian pada akhirnya Mile 22 adalah seri pertama dari trilogi. Penonton masih dibuat penasaran dengan siapa Li Noor sebenarnya. Bagaimana nasibnya, Alice dan juga James Silva. 

Film Mile 22 bagaimanapun kemudian menjadi salah satu film aksi yang mengasikkan, menegangkan, dan bagi publik Indonesia, sekaligus membanggakan. Selamat buat Iko, yang setelah ini bisa jadi the next big thing di perfilman Hollywood. 

Berdurasi satu jam 35 menit, film Mile 22 tayang di bioskop Indonesia mulai Selasa (21/8). 

Life & health