Life & health

Menkes: Orang tua Harus Dampingi Anak Saat Ia Remaja

By : Qalbinur Nawawi - 2018-05-15 07:31:39 Menkes: Orang tua Harus Dampingi Anak Saat Ia Remaja

REMAJA (10-18 tahun) merupakan kelompok penduduk Indonesia dengan jumlah yang cukup besar dan digadang menjadi calon pemimpin masa depan. Tetapi, di era sekarang yang menjamur makanan cepat saji, banyak tersebar kabar bohong tentang  informasi gizi, dan games yang bikin mereka malas bergerak, plus dikondisi psikis mereka yang mudah dipengaruhi teman sebaya dan media sosial, bisa membuat mereka terjebak dalam gaya hidup kurang sehat.


“Remaja merupakan masa yang sangat berharga bila mereka berada dalam kondisi kesehatan fisik dan psikis, serta pendidikan yang baik”, ujar Menteri Kesehatan RI dalam paparannya yang disampaikan oleh Plt Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes, dr. Pattiselano Robert Johan, MARS, pada Seminar Kesehatan dan Gizi Remaja di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Senin (15/5). 


Menkes menerangkan bahwa di dalam masa remaja terjadi apa yang dinamakan growth spurt atau pertumbuhan cepat, juga pubertas. Pada fase tersebut, terjadi pertumbuhan fisik disertai perkembangan mental-kognitif, psikis, juga terjadi proses tumbuh kembang reproduksi yang mengatur fungsi seksualitas.


Menkes mengatakan bahwa masa remaja sering dianggap sebagai periode hidup yang paling sehat. Padahal, pertumbuhan fisik pada remaja tidak selalu disertai dengan kematangan kemampuan berpikir dan emosional.


Selain itu, di masa remaja juga terjadi proses pengenalan jati diri, dan kegagalan dalam proses pengenalan diri. Hal ini kalau tak disikapi bijak oleh orangtua bisa menimbulkan berbagai masalah -- baik secara karakter dan mental anak.


“Kalau kita perhatikan hanya sedikit remaja yang datang berobat ke fasilitas kesehatan dibandingkan kelompok usia lain (bayi, Balita, atau lansia). Padahal masalah yang dihadapi remaja itu rumit, salah satu diantaranya adalah masalah kesehatan”, terang Menkes.


Padahal, tambah Menkes, permasalahan yang dialami remaja cukup kompleks. Mulai dari masalah prestasi di sekolah, pergaulan, penampilan, menyukai lawan jenis dan lain sebagainya. Berbagai hal tersebut bisa membawa pengaruh terhadap perilaku dan status kesehatan remaja itu sendiri.


"Remaja itu mudah dipengaruhi oleh teman sebaya dan media sosial. Sehingga rawan terpengaruh oleh perilaku yang tidak sehat, atau mendapatkan informasi kesehatan dan gizi yang tidak benar (hoax). Dan orang tua harus mendampingi anak di momen-momen tersebut," terangnya.


Sebagai contoh, masih menkes, tak sedikit remaja mengikuti pola diet selebritis, mengonsumsi jajanan yang sedang hits namun tidak bergizi, atau kurang beraktifitas fisik karena terlalu sering bermain games sehingga malas gerak (mager).


Data makan remaja yang tergambar dari data Global School Health Survey tahun 2015, antara lain: Tidak selalu sarapan (65,2%), sebagian besar remaja kurang mengonsumsi serat sayur buah (93,6%) dan sering mengkonsumsi makanan berpenyedap (75,7%). Di antara remaja itu juga kurang melakukan aktifitas fisik (42,5%).


Jika cara konsumsi ini berlangsung terus menerus dan menjadi kebiasaan pola makan tetap para remaja, maka akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit tidak menular (diabetes, penyakit jantung, jantung koroner atau stroke).


“Remaja sebenarnya memiliki kemampuan untuk membuat pilihan. Bagaimana pola makan dan berperilaku hidup yang sehat, serta bagaimana menjadi pribadi yang bermanfaat”, tandas Menkes.

Life & health